Pemalang – Kolektif Hysteria kembali menjajaki beberapa kota/ kabupaten di Pulau Jawa dan Bali, melalui agenda Lawatan Jalan Terus – Tur ‘Bandeng Keliling’ 2025.
Salah satu kota/ kabupaten yang menjadi titik kunjung, tur ‘Bandeng Keliling’ dari Kolektif Hysteria adalah Kabupaten Pemalang.
Berkolaborasi dengan Komunitas Ekonomi Kreatif Kabupaten Pemalang, tur yang diinisiasi oleh Kolektif Hysteria digelar di Halaman Parkir Makam Syeh Pandan Jati, Jln. Wijaya Kusuma, Bantarbolang, Kec. Bantarbolang, Pemalang, pada hari Rabu (5/03/2025).
Seperti agenda di kota-kota sebelumnya, diskusi digelar usai pemutaran Film Dokumenter berjudul “Legiun Tulang Lunak: 20 Centimeters per Year”, dengan narasumber Yuswinardi dari Kolektif Hysteria. Djaky WS selaku perwakilan dari Komite Ekonomi Kreatif (Komekraf) Kabupaten Pemalang. Lalu Nadhif yang berperan sebagai moderator diskusi.
Dalam kesempatan tersebut, Djaky memaparkan potensi-potensi yang terdapat di Pemalang. Menurut dia teman-teman Pemalang perlu belajar dari Kolektif Hysteria dalam praktik mengangkat suatu potensi yang terdapat di kampung.
Hal ini diungkapkan pasca menonton film dokumenter, yang mengisahkan lika-liku Kolektif Hysteria selama 20 tahun terlibat di dunia seni-budaya dan kampung kota.
“Hysteria itu yang menarik, dan yang kita perlu belajar banyak bagaimana kita bisa mengcapture mengangkat potensi-potensi itu, kita tunjukan dan kita dokumentasikan.” jelasnya.
Merespon hal tersebut, Yuswinardi menjelaskan selama kurun waktu dua dekade Hysteria melakukan aktivitas kesenian di kampung. Pondasi awal yang dilakukan berkaitan dengan pemetaan potensi yang terdapat di kampung, lalu hal tersebut yang dijadikan landasan dalam menginisiasi suatu festival kampung.
“Kalau kami memandang hal tersebut, semisal melihat kampung tertentu terdapat potensi apa, misalnya mitos.Terus kemudian hasilnya menjadi sebuah festival,” pungkasnya.
“Terkadang kala juga tidak ada mitos tapi akhirnya mengkriyet mitos bareng-bareng dengan warga, akhirnya menjadi acara rutinan.”imbuhnya.
Yuswinardi menilai setiap kampung pasti memiliki suatu keunikan, tetapi dia rasa potensi-potensi yang terdapat di kampung hanya berkutat dalam ranah-ranah itu saja. Serta hal itu, kondisi hari ini tidak dilihat sebagai hal yang perlu dikembangkan.
“Kadangkala kampung-kampung mungkin disini atau dimana, yang mempunyai sesuatu cerita rakyat, folklor, mitos terkadang mutek disana tok, tanpa upaya mengembangkan ke hal yang lebih jauh.” ungkapnya.
Lebih lanjut Yuswinardi menilai potensi yang sudah terdapat di suatu kampung tidak dikembangkan akan selalu dinilai masyarakat menjadi suatu hal yang biasa. Beda halnya ketika suatu potensi dialih wahanakan dalam sebuah narasi.
“karena mungkin udah punya sesuatu lalu tidak bisa menarasikannya yaudah menjadi suatu hal yang biasa, tapi ketika mampu menarasikannya bisa menjadikannya suatu hal yang luar biasa” imbuhnya.
Agenda Tur ‘Bandeng Keliling’ sendiri, merupakan salah satu program yang digagas oleh Kolektif Hysteria, ke 30 titik kota/ kabupten atau jejaring komunitas.
Di mana pada praktiknya, program tersebut masuk dalam Event Strategis, Kementerian Kebudayaan (Kemenkebud) RI 2025, melalui dukungan Dana Indonesiana.(Christian Saputro/ril)




