Semarang – Ketua Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Didik Sugiyanto penggal bulan Agustus lalu diundang ke Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, Magelang. Kehadiran Didik didaulat untuk menjadi pemateri dalam gelaran pelatihan bertajuk: “Mental Wirausaha”, untuk sahabat difabel yang diinisiasi mahasiswa Unima, Magelang.
Kehadiran Didik Sugiyanto, sahabat difabel yang sukses sebagai pengusaha bengkel di kota Semarang ini bertujuan untuk memantik semangat dan optimisme para penyandang disabilitas untuk tetap survive di tengah pandemi.

Dalam kesempatan pelatihan itu Didik Sugiyanto tampil berbagi kisah dan pengalaman hidupnya hingga berhasil meraih sukses. Didik Sugiyanto mengisahkan perjalanan dan pengalaman hidupnya menjadi difabel dan kisah perjuangan iuntuk berupaya bisa bangkit, mandiri dan berkarya. Hingga kini Didik berhasil menjadi pengusaha pemilik Bengkel Variasi “Didik Jepara” , Simongan, Semarang, Jawa Tengah
Perjuangan Panjang Didik
Didik membuka kisahnya,di hadapan peserta pelatihan. Dikatakannya untuk jadi Didik Sugiyanto, yang seperti sekarang ini tidaklah mudah. “Perjalanan panjang yang berliku bahkan terjal harus dijalani. Bahkan saya terkadang sempat putus asa. Pernah mengalami suatu kali terasa berada di ujung kematian, ” ujar Didik membabar kisah hidupnya yang getir.

Lebih lanjut, Didik mengatakan, semua berawal dari kejadian kecelakaan sepeda motor. “Peristiwa yang tak diinginkan itu terjadi 10 hari usia pernikahan saya. Yang membuat trauma tulang belakang saya keadaannya sangat parah,”
Didik menambahkan, hidup terasa sangat tak berarti. Hidup seperti bangkai dan banyak orang yang menghindari saya. Pasalnya, setelah melihat saya bisa jadi orang muntah-muntad dan tak doyan makan berhari-hari. “Jadi saya hidup seperti bangkai dengan luka dicubitus yang sangat parah. Saya hanya bisa terbaring di tempat tidur selama dua tahun lebih. Selama dua tahun lebih itu saya hanya bisa makan,tidur,buang air dan semuanya d tempat tidur, ” kenang Didik.
Bisa dibayangkan, lunjut Didik, sedih dan putus asa. Bahkan air mata sudah habis dan kering untuk menagisi nasib yang menimpa. “ Bahkan dalam doa saya, ya Allah kenapa tidak kau ambil saja nyawaku ini. Ketimbang harus menjalani hidup hanya dari belas kasihan orang selama bertahun – tahun. Mencari sesuap nasi pun tak sanggup. Bisa makan sebuah anugerah bagi saya,” imbuh Didik.
Namun meski dalam kondisi berbaring, lanjut Didik, tetap punya semangat untuk terus berupaya bangkit. “ Baru saya punya niat berjualan bensin eceran, ujian menghadang. Waktu itu saya punya uang RP 50.000,- dari pemberian orang. Uang yang rencananya untuk kulakan bensin raib. Terpaksa harus menunda niat awal berjualan bensin,” ujar Didik prihatin.
Atas kebaikan mertua, karena merasa prihatin akhirnya disokong dana Rp.50.000,- untuk modal jualan bensin. “Saya jual bensin eceran dengan berbaring, mengharap keikhlasan orang untuk membeli,menuang bensin sendiri,dan menghantarkan uang bensin ke tempat pembaringan saya. Ternyata tak segampang yang dipikirkan. Pasalnya, nggak semua pembeli langsung bayar ada yang hutang,” imbuh Didik.
Kemudian Didik sempat mencoba beternak entok. Tentunya, dengan memaksakan diri untuk kuat duduk di kursi roda. “Pada awalnya bertahan duduk hanya hitungan detik, kemudian pingsan. Setelah sadar tahu-tahu sudar terbaring di tempat tidur, “ ujar Didik.
Dari beternak entok, lanjut Didik, pindah haluan beternak bebek. Dengan beternak bebek hati sedkit terhibur. “Saya senang kalau bebek- bebek dengan lahap makannya. Ternyata jalan ini pun tak mudah. Satu persatu bebek-bebek peliharaan mati. Tetapi sisa bebek yang ada mulai bertelur, ” imbuh Didik.
Dari penjualan telur, lanjut Didik, hasilnya dibelikan bebek, begitu seterusnya, hingga berkembang bebek mencapi 100 ekor. “Saya
menggembala bebek dengan berkursi roda. Kalau terbalik dari kursi roda sudah biasa. Bahkan bisa dalam waktu yang lama tidak bisa bangun, harus menunggu orang lewat untuk membantu saya bangun dan duduk kembali di kursi roda,” terangnya.
Didik menambahkan menjadi pembuat telur asin pun pernah dialaminya. Karena kalau telur dijual langsung murah harganya, makanya saya buat telur asin. “Ternyara telur asin ala Didik Sugiyanto enak dan banyak yang suka. Usaha apa pun saya coba , karena bertekat untuk tetap hidup.
“Sampai suatu waktu malaikat utusan Allah membukakan peluang untuk usaha lain. Usaha yang saya idam-idamkan dan ilmunya sudah saya pelajari di bangku sekolah, “ kenang Didik.
Namun niatan untuk memulai usaha bengkel ini pun, lanjut Didik, kembali mendapat ujian. Niatannya akan membagikan brosur,iklan bengkel ke komunitas motor yang ada di kota Jepara. Tetapi gelang emas kepunyaan istri yang akan dijadikan modal engkau ambil lagi.”Padahal gelang emas itu harta satu-satunya dari hasil nabung istri dari kerja buruh cuci piring yang jadi andalan moda. Tetapi kami harus mengikhlaskan itu,” ujar Didik.
Menjadi Lelaki Panggilan
Kemudian Didik membuka bengkel variasi. Tetapi karena lokasi rumahnya tempat usaha variasinya dipelosok tak berjalan lancar. Didik sempat menjadi lelaki panggilan. Maksudnya, mengerjakan job variasi, karena panggilan dari kota-kota lain. “Saya harus sewa rental, sopir, beli bensin dan lainnya. Semua itu dilakukan agar bengkel variasi lalu. Tetapi yang terjadi waktu ,tenaga,dan uang banyak terbuang. Berangkat subuh kembali rumah subuh.Tenaga saya habis di jalan. Keuntungan penjualan hanya cukup buat ongkos transport,” ujar Didik prihatin.
Mengadu Nasib di Kota Semarang
Pada suatu hari, lanjut Didik, sebuah keputusan di ambil untuk mengadu nasib di Kota Semarang Di kota ini harapan disemai Didik. “Kalau orang memulai usaha dari nol.Tetapi saya memulai usaha dengan minus. Karena semuanya, dari hutang, kursi roda utangan, uang kontrakan dari utang, dagangan utang, alat kerja dari ngutang. Bahkan bekal untuk hidup pun dari ngutang,” ujar Didik.
Tetapi Didik merasa sangat bersyukur, karena Allah menghadirkan istri yang setia mendampinginya. “Istri saya selalu ada dan mendampingi saya kapan pun. Sehingga saya bisa melewati semua itu,” ujar Didik penuh rasa syukur.
Pemilik Bengkel Variasi “Didik Jepara” , Simongan, Semarang, Jawa Tengah ini berpesan kepa para sahabat difabel, dalam mengarungi kehidupan ini, jangan pernah menyerah. “Yang perlu diingat selalu menyertakan doa dalam setiap usaha. Dan jangan lupa selalu bersyukur, “ pungkas Didik Sugiyanto. (Christian Saputro)