Sumaterapost.co | Lampung – Banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, hingga ke jalan raya, permukiman warga hingga komplek perkantoran Pemda Pesisir Barat, Senin (8/9) diakibatkan rusaknya hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang tidak bisa menampung air dari guyuran hujan yang sangat deras, ungkap Ir. Almuhery Ali Paksi Paksi direktur Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia (YMHI).
Aktivis lingkungan ini, yang juga sebagai Koordinator Jaringan Kelola Ekositem Lampung (JKEL), mengatakan, Kehancuran akibat bencana alam banjir memulai babak baru di wilayah Pesisir Barat, Lampung Barat dan Tanggamus, dimana yang seharusnya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang membentang dari Tanggamus, Pesibar, dan Lampung Barat, hiaju oleh tanaman Hutan sebagai penyangga air, namun yang terjadi justru berubah menjadi kebun kopi dan kebun coklat, kayu-kayu besar sudah habis ditebangi oleh keserakahan manusia, ungkap Ir. Almuhery Paksi.
Jaringan Kelola Ekositem Lampung (JKEL) yang terdiri dari beberapa Lembaga, yaitu, Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia (YMHI). Konsorsium Kota Agung Utara (Korut), Lembaga Konservasi 21 (Lk 21) , Masyarakat Pencinta Lingkungan (Mepel), Alas Indonesia, Yayasan Fasilitator Masyarakat Indonesia (YFMI), melalui Koordinatornya Ir. Almuhery Paksi, mengakatakan, Keserakahan sejengkal perut yang telah meluluhlantahkan TNBBS, selisih paham anak manusia dan satwa liar seperti Harimau, Gajah dan Badak kunci TNBBS terus terjadi, selalu satwa yang disalahkan, masyarakat (nota bene masuk wilayah jelajah satwa) dan aparat selalu mengeksekusi salah ada di satwa liar.
“Hutan perlahan tali pasti terus di luluh lantakkan, jerit rimba TNBBS dianggap angin lalu, semoga dengan bencana bencana besar ini otak para pemimpin di level bawah segera berpikir keras bersama menyelamatkan hutan tersisa dan menghijaukan kembali Kawasan-kawasan zona penyerap air tersebut”, kata Almuhery Paksi (ndy).




