Dr. Hasbullah, M.Pd.I
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen & PNF PWM Lampung
Sumaterapost.co | Pringsewu – Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan paling mulia dalam kalender Islam. Selain dikenal sebagai bulan pelaksanaan ibadah haji dan Idul Adha, Dzulhijjah sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat relevan dalam kehidupan umat Islam dan masyarakat luas. Melalui berbagai amalan dan hikmah yang terkandung di dalamnya, bulan ini mengajarkan umat Islam untuk mengedepankan nilai pengorbanan, persatuan, keadilan, dan kepedulian sosial, yang merupakan inti dari kemanusiaan.
Salah satu nilai utama yang diajarkan pada bulan Dzulhijjah adalah pengorbanan yang ini dekat dengan nilai kemanusiaan. Kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah menjadi teladan utama bagi umat Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (QS. As-Saffat : 102)
Pengorbanan dari seorang ayah dan anak ini bukan hanya tindakan fisik, tetapi simbol keikhlasan dan kesediaan berkorban demi kebaikan bersama. Allah SWT pun mengganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar sebagai bentuk rahmat dan pengampunan:“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Saffat : 107). Ayat ini menyampaikan pesan dari Allah, untuk kerja-kerja kemanusia harus dibekali dan dimodali dengan kesungguhan dan kelapangan hati.
Hal senada, disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW yang juga menegaskan keutamaan ibadah kurban sebagai amalan yang paling dicintai Allah pada hari Idul Adha: “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan pahala qurban yang menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. Maka hiasilah dirimu dengan ibadah qurban.” (HR. Ibnu Majah). Begitulah seharusnya, pengorbanan jadi nilai besar dalam interaksi antar sesama manusia, hal ini dilakukan untuk saling menguatkan.
Pada bulan Dzulhijjah juga di laksanakan Ibadah haji. Ibadah yang menjadi momentum persatuan umat Islam dari berbagai bangsa, suku, dan latar belakang sosial. Di Tanah Suci, semua jamaah haji berkumpul tanpa membedakan status sosial, warna kulit, atau kebangsaan, menegaskan prinsip kesetaraan dan persaudaraan universal. Hal ini menjadi manifestasi nyata dari nilai kemanusiaan yang mengedepankan penghormatan dan penghargaan terhadap keberagaman serta mendorong terciptanya harmoni sosial.
Hari Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah, juga memiliki makna kemanusiaan yang mendalam. Puasa sunnah pada hari ini bagi yang tidak melaksanakan haji dipercaya dapat menghapus dosa selama dua tahun. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW “Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar Dia menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”(HR. Muslim). Maka tanggal 9 Dzulhijah menjadi momentum umat Islam untuk refleksi diri dan menjemput pengampunan, mengajak setiap individu memperbaiki diri dan mempererat hubungan dengan sesama manusia. Sikap introspektif ini menumbuhkan empati dan kesadaran sosial yang menjadi fondasi kemanusiaan.
Bulan Dzulhijjah juga dikenal sebagai bulan haram, di mana larangan berperang dan kekerasan diberlakukan kecuali untuk membela diri. Larangan ini memperkuat nilai perdamaian dan penghormatan terhadap kehidupan manusia, menegaskan bahwa Islam sangat menghargai kemanusiaan dan mengutamakan penyelesaian konflik secara damai.
Hal tersebut di jelaskan dalam firman Allah, QS. Al-Baqarah ayat 217 “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: ‘Berperang pada bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan mengingkari-Nya serta mengusir orang-orang dari Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar dosanya di sisi Allah.’ Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. Dan mereka tidak akan berhenti berperang melainkan dalam waktu yang singkat.”
Ibadah kurban, yang merupakan wujud dari amal sosial dan wujud nyata kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang kurang mampu. Melalui penyembelihan hewan kurban dan pembagiannya kepada fakir miskin, umat Islam diajarkan untuk berbagi rezeki dan memperkuat solidaritas sosial. Kegiatan ini tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial dan memperkokoh rasa kemanusiaan dalam masyarakat.
Mengutip pertakataan Imam Al-Ghazali dalam karya monumental Ihya Ulumuddin, berkurban merupakan salah satu bentuk amal sosial yang sangat dianjurkan karena mengandung nilai pengorbanan diri demi kepentingan orang lain, sekaligus sebagai sarana membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir. Beliau menegaskan bahwa melalui ibadah kurban, umat Islam diajak untuk merasakan penderitaan orang miskin dan menumbuhkan rasa empati serta solidaritas sosial yang kuat.
Secara keseluruhan, bulan Dzulhijjah mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal melalui pengorbanan, persatuan, keadilan, dan kepedulian sosial. Nilai-nilai ini menjadi pijakan bagi umat Islam untuk mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan penuh kasih sayang. Dengan demikian, Dzulhijjah bukan hanya bulan ibadah ritual, tetapi juga momentum pembentukan karakter kemanusiaan yang mulia dalam Islam.




