Semarang – Helar akbar pameran Craftopia Heritage yang diiniasi Maretha Hati Natara Foundation (MHNF) dan didukung Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia ini siap ditaja. Pameran yang akan memajang ratusan karya kreatif seni rupa ini akan digelar di Gedung Monod Deep Huis & Co, Semarang, Jawa Tengah, muai 13 – 17 Mei 2025 mendatang.
Perhelatan pameran Craftopia Heritage ini dikuratori Heru Hikayat dari Bandungdengan dibantu asisten kurator M. Salafi Handoyo (Ridho), Maretha Miftachul Hidayah, Singgih Adhi Prasetyo S.Sn M.Pd., Ratri Inayatul Basyarah S.Sn, Rudy Vouller S.Pd, Ari Eko Budiyanto S.SPd M.Pd., dan M. Rofikin S. Pd.
Direktur Marertha Hati Natara Foundation Maretha Handoyo dalam rilisnya, mengatakan, k onsep dasar program ini berpijak pada kondisi seni di Kota Semarang. Bahwa kualitas seni pada satu kota akan tercapai atas peran personal atau organisasi sebagai ahli berpengalaman.
Menurutnya, praktisi akan membantu menemukan strategi terbaik dengan melakukan pendampingan praktik berkesenian secara langsung bagi publik luas. Sehingga ekosistem yang terbentuk mampu mengelola seninya sebagai penggerak perputaran ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan daerah.
“Penyelenggaraan festival ini sebagai upaya mengurai keterbatasan. Mencari potensi lokal untuk dijadikan suguhan kreatif. Seniman bereksperimen dan melakukan penyesuaian, sebagai kiat manajemen penyelenggaraan. Kuantitas dan kualitas dihadirkan secara bersamaan melalui pameran yang melibatkan banyak pihak,” ujarnya.
Maretha menambahkan berbagi pengalaman strategi mempertahankan kearifan lokal, berkebudayaan secara inklusif, mendukung keanekaragaman, mewujudkan kreativitas, berekspresi, dan bersikap kritis. Tema “Craptopia Heritage” Membendakan Warisan Budaya Tak Benda melalui Pasar Seni Rupa Berkelanjutan’ diusung, lanjutnya, merupakan representasi dan interpretasi budaya.
“Pameran adalah bentuk ruang imajinatif, intepretasi, dan intelektual bagi masyarakat. Dimana bidang Seni rupa berfungsi sebagai manifesto budaya. Cagar budaya sebagai ruang publik, adalah tempat untuk menghadirkan potensi kreasi masyarakat, guna memfasilitasi pelaku ekosistem kreatif lintas kolektif,” paparnya.
Maretha meyakini bahwa WBTB bisa memperkuat kohesi sosial dan inklusivitas identitas kota. Yang bernilai wawasan tradisi dan upaya strategi dalam menghadapi tantangannya. Gedung cagar budaya sebagai tempat pameran disulap sebagai ruang publik yang memiliki area belajar ilmu sejarah, sosial, seni, dan budaya.
“Ini sebuah upaya untuk memetakan kekaryaan seniman dan gerak komunitasnya. Membangun pemahaman crafting (mendaur-ulang limbah menjadi karya seni), topia (penguasaan media digital), dan heritage (daya intepretasi budaya),” imbuhnya.
Lebih lanjut, Maretha membeberkan, produksi karya peserta berdasar latar belakang budaya saat karya dibuat. Mencakup aspek tradisi, simbol, sejarah, hingga situasi sosial yang memengaruhi penciptaan. Bagi apresian, lanjutnya, intepretasi ini adalah upaya mengilhami dan menyelami makna karya seni.
“Penciptaan karya seni dalam pameran merujuk pada tujuh tema besar program, yaitu: Laut Membentuk Sejarah Pesisir Kota, Cerita Mistik Perisai Konservasi Arsitektur Kolonial, Ngesti Pandawa Bertahan Dengan ‘Wayang On The Street’, Pasar Dugder Magnet Keragaman Ekonomi Kreatif, Lumpia Semarang Jajanan Tionghoa Citarasa Persaudaraan, Potensi Ornamen Baru Pada Batik Semarangan, dan Lafal Unik Tutur Vokal Warga Semarang,” terangnya perihal tema pameran.
Menurut Maretha memang tak mudah menginterprestasikan tema ini menjadi karya seni. Apalagi tantangannya hampir sebagian peserta festival bukanlah seniman profesional. “Seniman berperan menjadi pendamping, yang membantu terciptanya kolaborasi di masyarakat,” ujarnya.
Peserta yang terlibat dalam helat Craptopia Heritage, papar Martha, yaitu; Lumpia Picture, Trio Chrisda, Badan Pengelola Situs Kota Semarang, Dinas Arsip Dan Perpustakaan Kota Semarang, Duta Anak Dari 35 Kota & Kabupaten di Jawa Tengah, dan Pengelola Gedung Cagar Budaya Monod Deep Huis. Sedangkan untuk bidang fashion ada KODEFA dan DEVA UNW (Universitas Ngudi Waluyo). Peserta bidang musik dan pertunjukan ada Jokkivolka, Gambang Semarang Art Company, dan Bahasa Jawa UPGRIS.
Komunitas publik berbasis edukasi kebudayaan ada ARTkrobatik Surabaya dan Komunitas Sekolah Sungai Siluk Yogyakarta. Dari Semarang ada Klub Merby, Komunitas Seni Kampung Wonolopo, Komunitas Seni Kampung Tambaklorok, dan Komunitas Harapan Kampung Sumeneban.
Untuk bidang akademisi, lanjutnya, diikuti oleh PGSD UPGRIS, PGPAUD UPGRIS, SMKN 4 Semarang, SMKN 8 Semarang, EDU ART UPGRIS, SMA Negeri 02 Bae Kudus, TKS Institut Seni Indonesia (Yogyakarta), FBS Seni Rupa UNNES, PGSD UNISULA, Tehnik Mesin UPGRIS, IGTKI (Ikatan Guru TK Indonesia – Provinsi Jawa Tengah), dan GOMTKI (Gabungan Organisasi Penyelenggara TK Indonesia – Semarang).
Sementara itu, untuk seniman individu dan komunitas ada Akar Merdeka (Blora), Kuwat Kuart (Yogyakarta), Windy Lestari (Kudus), Joko Supriyono (Bali), Meriavenina (Bali), Nanang Yulianto (Karanganyar), Agus Miki Prasetyo (Surabaya), Hafida Akuwati Putri (Surabaya), Astaseni Putri Prasetyo (Surabaya), Canting Gupita Prasetyo (Surabaya). Dan dari Semarang ada Kinarart, RofiItem, Kudabesi, Ari Kinjenk, Lani 3M, AECItrue, Omah Sketsa, Semarang Sketch Walk, Giovnani F Susanto, Cerah Hati Natara, Arya Deva Primaya, dan Dimas Arya Saputra,
Maretha menambahkan sesuai karaktristikpeserta jenis kekaryaan yang ditampilkan berupa; arsip, jurnal penelitian, buku, buletin, fashion, fotografi, videografi, film, animasi, cetak grafis, printing digital, instalasi, patung, ilustrasi, gambar, sketsa, lukisan, komik, performance, merchandising, aktivitas komunitas, dan kekaryaan media lain.
Maretha mengatakan pihak penyelenggara berharap interaksi secara langsung dari peserta dan pengunjung diharapkan menjadi pengalaman menarik, untuk menafsirkan ketujuh konteks yang telah ditentukan. Adaptasi diantaranya diuji melalui eksperimen penciptaan karya, juga penggabungan antara konsep tradisi dan penciptaan karya seni yang relevan.
“Realisasi perwujudan artistik berdasarkan keilmuan seni rupa, yang fokus pada daur ulang limbah dan penggunaan teknologi. Terimakasih telah menjadi bagian penyelenggaraan program kami. Selamat berkesenian dan semoga tetap saling terhubung sebagai kesatuan ekosistem yang abadi,” ujar Maretha mewakili Maretha Hati Natara Foundation mengunci perbincangan. (Christian saputro).