Semarang – Pelukis Giovanni Susanto menggelar pameran tunggal kelima ada tawaran baru dalam karyanya mengeksplor media acrylic dan drawing. Pameran yang mengusung tajuk : “Hatsukoi alias Saranghaeyo” ini bakal ditaja di “Café Nuna Korean Style”, di kawasan Tirto Agung, Banyumanik, Semarang, dari 9 Maret – 15 Maret 2024 mendatang.
Memang kreativitas pelukis Giovanni Susanto tiada henti terus menggelegak. Melukis bagi pelukis yang mengugemi surealis ini adalah candu. Meski sakit membuatnya ketagihan. Gio terus konsisten menekuni dunia senirupa yang tiga tahun belakangan diakrabinya.
Menariknya pelukis ini juga membuka ruang-ruang baru apresiasi yang tak lazim seperti; pameran di Warmindo, Bar dan Restoran, tak hanya untuk dirinya tetapi berkolaborasi dengan perupa lain.
Menurut Gio karya seni rupa itu universal dan bisa dinikmati di mana saja oleh siapa saja. Peristiwa kesenian tak harys terjadi di galleri, artspace, museum tetapi bisa saja terjadi di pasar, café,, bar dan restoran dan warmindo.
Gio punya prinsip ingin mendekatkan karya seni rupa (lukisan) kepada apresian dari golongan kaum marjinal.Pamerannya kali ini ini merupakan pameran yang mengusung tema-tema cinta. Giovanni membeberkan .Hatsukoi artinya Cinta Pertama. Sedangkan Saranghaeyo punya makna aku cinta kamu.
Dalam pameran ini ditaja 17 karya lukisan dan 2 buah karya mural. Yang menarik dalam pameran kali ini ada beberapa karya eksplorasi Giovanni berupa kaarya mix media drawing dengan media Acrylic On Canvas (AOC).
Giovanni menambahkan pemilihan tajuk pameran ; “Hatsukoi” yang dipertegas lagi dengan “Saranghaeyo” bila disandingkan menyiratkan cinta pertama yang diutak-aik gathuk penggabungan dua bahasa Jepang dan Korea ini punya nilai filosofi yang patut diugemi.
“Tak menafikan spirit etos kerja dan etika bangsa kita, bangsa Jepang dan Korea juga punya etos kerja, etika dan moral yang patut juga menjadi rujukan untuk pedoman kehidupan,” terang Gio di Nuna Café berkonsep Korea di bilangan Banyumanik sebuah siang.
Pameran ii jua merupakan bentuk pegejawantahan, konsistensi dan ketegasan Giovanni untuk memilih jalan panjang dan sunyi jagad seni rupa. Tema cinta yang dibidik Gio tak hanya cinta dalam artian eros, tetapi ldalam ebih luas tentang cinta dan spirit kegairahan hidup. Giovanni menandaskan kalau tak karena cinta mana mungkin dirinya terus beragirah dan bersemangat berkarya.
Dunia seni rupa yang saya geluti pasang surut, penuh suka dan duka terkadang berhadapan dengan drama- drama kehidupan yang melelahkan. Oleh karena cinta aku tegap bergerak menyatakan dirisebagai “jelata seni”. Aku memilih oposisi sebagai kaum marjinal di jagad seni rupa Semarang,” tandas Gio.
“Saya mencintai proses berkaryaku. Maka dalam pameran tunggalku kali ini aku sengaja tampilkan karya-karya lamaku dipadu dengan beberapa karya baru yang bernarasikan romantisme cinta,” ujar Gio. (Christian Saputro)




