Semarang sore itu dipenuhi warna. Di Aula SD Marsudirini Gedangan, Minggu, 14 September 2025, janur kuning dan bunga-bunga segar menjelma karya yang menawan. Untaian melati berpadu dengan anyaman kelapa muda, membentuk simbol-simbol yang akrab dalam budaya kita: keris, burung, hingga busana. Namun lebih dari sekadar estetika, setiap helai janur dan setiap kuntum bunga adalah cerita.
Di balik karya ini, hadir Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI), sebuah organisasi yang sejak 1988 mewadahi para perangkai, pecinta, dan pegiat bunga di seluruh nusantara. Festival Kota Lama ke-14 menjadi panggung bagi IPBI Jawa Tengah untuk menampilkan keindahan sekaligus makna dalam dunia seni merangkai bunga dan janur.
Bunga sebagai Bahasa, Janur sebagai Ingatan
“Kenapa janur? Karena janur itu bagian dari pohon nyiur yang paling kaya makna. Ia ada di mana-mana, dari upacara adat sampai pernikahan, dari gereja hingga pura. Dengan janur, kita bukan hanya merangkai, tapi juga merawat ingatan budaya,” tutur Happy Adianawaty, Ketua DPD IPBI Jawa Tengah, yang siang itu mendampingi jalannya workshop dan demo rangkaian bunga-janur.
Peserta yang sebagian besar perempuan tampak antusias. Ada yang baru pertama kali mencoba teknik anyaman janur, ada pula yang sudah piawai merangkai bunga namun ingin memperluas keterampilan. “Beda rasanya kalau langsung memegang janur, melipatnya, mengikatnya. Ada kebanggaan saat melihat bentuknya jadi,” ucap seorang peserta dengan mata berbinar.
Organisasi yang Bertumbuh Bersama
Mantan Ketu IPBI Jawa Tengan Lily menambahkan IPBI memiliki struktur yang rapi: pusatnya berada di Jakarta dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), sementara di Jawa Tengah ada DPD yang menaungi DPC-DPC di kota dan kabupaten. Saat ini, jaringan IPBI Jawa Tengah sudah merambah Semarang, Salatiga, Surakarta, hingga Magelang—dan terus bertumbuh.
Kegiatan mereka beragam: dari simposium dua tahunan yang menghadirkan desainer flora dari seluruh Indonesia, hingga keterlibatan dalam kegiatan sosial-keagamaan. Pernah, pada perayaan Minggu Palma, IPBI menghias 14 gereja di Jakarta dengan anyaman janur dan palem, simbol indah tentang toleransi dan kebersamaan.
Membawa Bunga ke Panggung Profesi
Tidak berhenti pada estetika, IPBI juga berkomitmen menjadikan merangkai bunga sebagai profesi yang bermartabat. Melalui pelatihan, seminar, hingga lomba, para anggota dilatih untuk menjadikan kreativitas mereka bernilai ekonomi. “Bunga bukan hanya hiasan. Bunga adalah peluang. Setiap rangkaian punya cerita, tapi juga bisa menjadi sumber penghidupan,” ujar Happy.
Dalam festival kali ini, karya-karya peserta dipamerkan, bukan sekadar untuk dipuji, tetapi untuk menunjukkan kebanggaan: bahwa perempuan, dengan sentuhan jemari dan kepekaan rasa, bisa menciptakan karya yang berakar pada budaya namun berpijak pada masa depan.
Akhirnya, Rangkaian Itu Menjadi Doa
Di akhir workshop, janur yang semula hanya helai-helai sederhana berubah menjadi bentuk yang hidup. Melati yang semula putih polos kini berkilau karena dipadukan dalam rangkaian yang anggun.
IPBI membuktikan: seni merangkai bunga bukan sekadar keterampilan, melainkan cara menyulam makna. Ada keindahan, ada tradisi, ada kebersamaan, dan ada harapan yang terjalin dalam setiap ikatan benang dan lipatan janur.
Seperti bunga yang mekar, IPBI terus tumbuh. Bukan hanya untuk merangkai, tetapi juga untuk merawat ingatan budaya—dan menjadikannya inspirasi bagi generasi berikutnya. (Christian Saputro)




