Sumaterapost.co – Sejak zaman dahulu kala, tanah air Nusantara telah menawarkan sejuta pesona ke anekaragaman budaya yang menarik minat dan perhatian bangsa-bangsa dari belahan dunia manapun untuk datang berkunjung. Tak heran jika Indonesia mendapat julukan sebagai negeri surganya budaya. Tanpa terkecuali Nagari Minangkabau, yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Dimana kebudayaannya merupakan salah satu pesona yang tidak boleh kita lewatkan untuk dinikmati.
Ada begitu banyak destinasi wisata yang bisa dijelajahi di Sumatera Barat. Salah satunya yaitu Istano Basa Pagaruyung. Atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Istana Pagaruyung, yang berlokasi di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar dan 108 kilometer dari Ibu kota Sumatera Barat, Padang.
Istano Basa Pagaruyung adalah bangunan rumah adat Minangkabau berbentuk rumah gadang yang dibuat dengan mempedomani Istana yang pernah ada sebelumnya dan mempedomani bangunan rumah gadang lainnya. Komplek Istano Basa Pagaruyung ini mulai dibangun pada tanggal 27 Desember 1976 dan merupakan duplikat (tempat tinggal) keluarga kerajaan Minangkabau yang sekaligus menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masanya. Konstruksi bangunannya berbeda dengan Rumah Gadang kebanyakan.
Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain meletakkan batu pertama pembangunan replika Istano Basa Pagaruyung. Namun posisi yang awalnya di belakang di Bukik Batu Patah di geser ke tempat yang kita lihat sekarang.
Istano Basa Pagaruyung, yang memiliki arti istana besar Kerajaan Pagaruyung ini, pada masa kejayaannya merupakan pusat kegiatan pemerintahan konfederasi yang disebut sebagai Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan yang terbentuk dari gabungan nagari-nagari yang berada di wilayah segitiga, yaitu Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar, yang kemudian runtuh setelah terjebak dalam siasat kolonial Belanda saat perang Padri bergejolak.
Istano Basa Pagaruyung pernah dibakar oleh Belanda pada tahun 1804 dan pada 27 Desember 1976 Istano Basa Pagaruyung dibangun kembali. Kebakaran kedua terjadi pada tahun 2007 diakibatkan oleh petir. Hasil pemikiran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar serta tokoh-tokoh lainnya di rantau dan di kampung halaman Istano Basa Pagaruyung dibangun kembali dan diresmikan pada tahun 2013. Hal ini demi melestarikan nilai-nilai adat, seni dan budaya serta sejarah Minangkabau.
Sebagai Kerajaan yang terbentuk dari gabungan nagari-nagari yang berada di wilayah segitiga (Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar ), Kerajaan Pagaruyung dianggap sebagai poros awal persebaran kebudayaan Minangkabau. Tinjauan sejarah mempercayai ketiga daerah yang pada masa lampau berjuluk ‘luhak nan tigo’ ini merupakan pemukiman awal dari masyarakat Minangkabau atau disebut pula wilayah darek (daratan), dan Istana Basa Pagaruyung adalah salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa dari eksistensi kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, yang termasuk dalam salah satu destinasi wisaya budaya paling terkenal di Sumatera Barat.
Dimasa Kerajaan Minangkabau, Istano Basa Pagaruyung memainkan peran ganda, sebagai rumah tempat tinggal keluarga kerajaan dan sebagai pusat pemerintahan. Kerajaan Minangkabau yang dipimpin oleh seorang raja yang dikenal dengan nama “Rajo Alam” atau ”Raja Diraja Kerajaan Minangkabau”.
Sesuai dengan namanya, istana ini mengabadikan kemegahan arsitektur dari pusat pemerintahan kerajaan. Meskipun wujud yang berdiri megah sekarang ini bukanlah bangunan aslinya, namun berbagai detail ciri khas arsitektur yang dimilikinya masih sama seperti kondisinya di masa lampau. Oleh sebab itu, hampir disetiap hari libur nasional Istano Basa Pagaruyung ini selalu dipadati ratusan pengunjung, baik itu wisatawan lokal maupun Mancanegara.
Rumah Gadang Minangkabau dibangun berdasarkan mufakat semua anggota kaum dan atas persetujuan Penghulu Nagari dan dibiayai oleh suku. Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan prosesi adat dalam kehidupan masyarakat, dan Rumah Gadang merupakan bukti nyata kemampuan adat dalam mempersatukan kepentingan, inspirasi dan kebutuhan anggota kaum untuk menciptakan iklim dan kehidupan yang damai, adil dan harmonis dibawah penghulu kaum. Arsitektur Rumah Gadang adalah kreasi Datuk Tantejo Gurhano yang berasal dari Nagari Tuo Pariangan.
Istano Basa Pagaruyung merupakan objek wisata primadona di Kabupaten Tanah Datar khususnya dan Sumatera Barat pada umumnya. Istano Basa Pagaruyung terdiri dari 3 (tiga) lantai, 72 tonggak serta 11 gonjong. Dilihat dari segi arsitekturnya bangunan Istano Basa Pagaruyung mempunyai ciri-ciri khas dibandingkan dengan bangunan Rumah Gadang yang terdapat di Minangkabau. Kekhasan yang dimiliki bangunan ini tersirat dari bentuk fisik bangunan yang dilengkapi ukiran falsafah dan budaya Minangkabau. Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan surau, Tabuah Larangan, Rangkiang Patah Sambilan, Tanjuang Mamutuih dan Pincuran Tujuah. Istano Basa Pagaruyuang asli berlokasi 2 km di utara Replika Istana yang biasa kita lihat sekarang.
Untuk sistem kepemimpinan dalam pemerintahan di kerajaan Minangkabau pada masa itu, dengan menempatkan Rajo Alam sebagai pemimpin kerajaan yang dibantu oleh dua wakilnya, yaitu Rajo Adat yang berkedudukan di Buo serta Rajo Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Rajo Alam) turun tangan menyelesaikannya.
Meski pusat pemerintahan kerajaan pagaruyuang yang pernah jaya pada masanya ini sempat beberapa kali terbakar oleh berbagai sebab, dan kemudian dibangun kembali sesuai dengan bentuk aslinya. Tidak menjadikan istana ini sepi pengunjung, malah menjadi salah satu ikon pariwisata di Batusangkar. Warisan kebudayaan dari luhak nan tuo ini selalu ramai dikunjungi wisatawan yang ingin napak tilas sejarah dan peninggalan nenek moyang minangkabau.
Bila anda bermaksud hendak datang berkunjung dan berwisata, saat ini sudah diberlakukan e-ticket untuk masuk ke Istano Basa, jadi anda tidak perlu lagi keluar uang tunai dan mengantri untuk membeli tiket.
Kiem




