Tanah Datar, SP.co,- Pembangunan adalah proses sebuah perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli, pembangunan itu menjangkau semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Secara sadar, artinya tidak ada pembangunan yang dilakukan dengan setengah gila atau setengah “icak-icak gilo”, dan sadar akan semua aturan dan seluruh peraturan dalam proses membangun tersebut.
Sebagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pengguna anggaran atau tempat dimana pejabat yang bertanggung jawab dengan anggaran tentu sudah mengetahui segala konsekwensi yang akan ditanggung apabila aturan-aturan itu dilanggar, alasannya “icak-icak gilo”, setengah sadar. Beberapa katapun dijadikan sebuah tembok agar bisa meluluhkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul disetiap anggaran yang akan atau yang telah dipakai.
“Semua demi pembangunan di daerah, nanti uang yang susah-susah kita jemput berbalik lagi, kasihan kita dengan daerah,” jurus berbagai OPD dalam menghadapi situasi dimana aturan yang tertulis, “bopong” atau ketahuan oleh wartawan maupun LSM yang melakukan kontrol sosial.
Jauh sebelum pembangunan itu akan dilakukan, pemerintah sudah menganulir pembangunan dengan batas batas dan aturan agar anggaran yang dipakai tidak sia-sia dan tidak masuk dalam kepentingan penyedia.
Penulis ingin memberikan gambaran fenomenal yang terjadi belakangan ini di Tanah Datar, tempat dimana penulis bekerja dan memang secara lahiriah besar di daerah yang dijuluki Luhak Nan Tuo, tuo jo kampuangnyo, tuo jo adaiknyo dan tuo jo aturan – aturan yang berlaku.
Pembangunan di Kabupaten Tanah Datar hingga saat ini, tidak lepas dari pembangunan insfrastruktur jalan dan jaringan irigasi, karena hanya ini yang dijadikan prioritas selain dari pembangunan fisik gedung-gedung pemerintahan.
Sebelum para kontraktor atau rekanan melakukan pembangunan tersebut, mereka akan disodorkan dengan bahasa-bahasa hukum dalam kertas putih dengan menimbang adanya Perpres, Undang-undang, Perpu atau Perda yang harus dilaksanakan oleh para rekanan.
Demi mendapatkan pekerjaan yang dirasakan akan mendapat keuntungan, para rekanan bersedia melakukan pembubuhan tanda tangan yang tidak difikirkan, akan menjerat mereka dalam ranah hukum.
Salah satu hal yang sangat fenomenal di Tanah Datar, sebelum para rekanan melakukan pembangunan ada aturan untuk tidak memakai material-material yang didatangkan dari tempat ilegal, namun pada kenyataannya, penulis menjamin pengunaan material di kegiatan OPD terkait, mengunakan material dari tempat yang tidak berizin.
Jaminan itu penulis keluarkan, karena detik ini, belum ada satupun tambang-tambang batu dan pasir yang berasal dari tempat berizin. Kenapa? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab.
Pembangunan irigasi, jalan usaha tani, rehap gedung, pembangunan gedung perkantoran, sekolah 100% di daerah ini berasal dari tempat yang ilegal, dan sampai hari ini seluruh komponen yang terlibat hanya diam. Diam tanpa solusi.
Undang – Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba) termasuk yang kerap dilanggar para pekerja proyek, namun pengawasan yang lemah, Tanah Datar seperti hidup dalam bongkahan bom yang sewaktu-waktu akan meledak.
Para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pelaksana proyek. Dan dari segi pengawasan sangat rentan ikut mendukung program melanggar UU secara massal.
Bahkan, berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 dalam Pasal 161 itu sudah diatur bahwa yang dipidana adalah setiap orang yg menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain. Bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Wow!! Ngeri ternyata.
Dengan sering dipakainya jurus “icak-icak gilo” dengan alasan demi pembangunan daerah, semuanya direstui. Dan siapa yang akan bertangung jawab? Dalam hal ini, hanya satu dua yang berujung keranah hukum, toh pada akhirnya hanya diam seperti emas yang disimpat dalam toples bungga. Sejuk dipandang namun menimbulkan niat jahat.
Dalam UU dan aturan sudah disebutkan, apabila ada kontraktor yang menggunakan pasir, batu dari galian C ilegal tidak hanya melanggar hukum bahkan pihak dinas bisa saja memutuskan kontrak, bagi kontraktor yang menggunakan material ilegal.
Seluruh dinas ini bahkan mengeluarkan jurus icak icak gilo, menantang LSM atau wartawan untuk melakukan kontrol sosial.
Mungkin tulisan ini bisa menjadi catatan kepada pihak penegak hukum, untuk segera menindak lanjuti seluruh kegiatan yang berhubungan dengan ilegal ini. Bahkan tidak jarang di OPD tertentu juga melakukan kutipan kutipan kepada pihak ketiga dengan berbagai macam modus operasionalnya.
Lupakan jurus mereka dan jangan takut dengan jurus icak-icak gilo jika memang ingin menjadikan Luhak nan tuo “Bersih.”
Oleh : Aldoris Armialdi