Lampung Selatan — Bantuan kendaraan roda tiga dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Lampung untuk mendukung pengelolaan sampah di Desa Purwodadi Simpang, Kecamatan Tanjung Bintang, memicu polemik. Bantuan tersebut diduga dikuasai secara sepihak oleh Kepala Desa Purwodadi Simpang, Lamidi.
Kendaraan roda tiga jenis KARYA 300 berwarna hitam, beserta mesin pemilah sampah, seharusnya diperuntukkan bagi Kelompok Pengelola Sampah “Karya Mandiri”. Namun, alih-alih berada di lokasi kegiatan kelompok, kendaraan justru disimpan di kediaman pribadi Kades.
Informasi ini bertolak belakang dengan dokumen resmi berupa Surat Keterangan tertanggal 27 September 2024, yang menegaskan bahwa kendaraan tersebut merupakan bantuan untuk kelompok “Karya Mandiri” sebagai penerima manfaat sah.
Lamidi telah membantah tudingan penguasaan bantuan tersebut. Namun, fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya dokumen serah terima resmi dari pihak desa kepada kelompok. Ketua Kelompok “Karya Mandiri”, Yusuf, menyayangkan sikap pemerintah desa dan sejumlah pemberitaan yang dianggap tidak berimbang.
“Kami tidak pernah dikonfirmasi oleh media yang membela Kades. Padahal, kendaraan itu jelas-jelas diperuntukkan bagi kelompok kami. Tapi sampai sekarang belum pernah kami terima,” ujar Yusuf, Sabtu (12/6/2025).
Yusuf menilai tindakan tersebut mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola bantuan publik. Ia juga meminta Inspektorat Kabupaten Lampung Selatan serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) turun tangan melakukan audit menyeluruh.
“Jika tidak segera diaudit, ini bisa menjadi contoh buruk bagi desa-desa lain. Proses bantuan harus dibuka secara terang: dari usulan, distribusi, hingga pemanfaatannya,” tegas Yusuf.
Selain nama Lamidi, persoalan ini turut menyeret Faisal Amin, selaku Kaur Kesra yang diduga mengusulkan bantuan, serta Joko, pihak luar kelompok yang mengaku telah menyerahkan kendaraan kepada Kades. Pernyataan mereka disebut bertolak belakang dengan dokumen resmi yang ada, sehingga menambah kuat dugaan adanya penyimpangan.
Yusuf juga menegaskan bahwa kendaraan yang dibeli dengan dana publik tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Ini pelanggaran serius terhadap asas pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab. Kalau dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa bisa runtuh,” pungkasnya.
Masyarakat kini menunggu respons tegas dari aparat pengawas dan instansi terkait, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi di wilayah lain. (red).