SERGAI- Sumaterapost.co | Kejaksaan Negeri (Kejari) Serdang Bedagai melalui Kepala Seksi Intelijen, Hasan Afif Muhammad, SH MH, menyoroti inkonsistensi putusan pengadilan terkait status hukum pengusaha Opak inisial S, yang berperan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit Bank Plat Merah tahun 2015.
Pernyataan itu disampaikan Hasan Afif pada Senin, (4 /8/ 2025), menyikapi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan terhadap terdakwa TAM (53) dan ZR (44).
Keduanya divonis masing-masing 1 tahun 4 bulan penjara dan denda
Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit macet kepada nasabah saksi S .
Menurut Afif, dalam putusan tersebut, keterangan S, dinyatakan terbukti turut serta dalam rangkaian tindak pidana. Namun ironisnya, dalam perkara terpisah yang menjerat S Pengadilan Tinggi justru memutuskan onslag (lepas dari segala tuntutan hukum).
Afif mempertanyakan logika dan konsistensi hukum antara dua putusan yang saling berkaitan ini.
“Kenapa dalam perkara TAM dan ZR, keterangan saksi S dianggap terbukti turut serta, tapi dalam perkara S sendiri, ia diputus onslag? Bukankah seharusnya ada konsistensi hukum?” tegasnya.
Meski demikian, Afif menegaskan bahwa putusan terhadap Selamet belum berkekuatan hukum tetap karena masih dalam proses kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu, status hukum S yang merupakan seorang pengusaha Opak belum final dan masih menunggu putusan kasasi.
Afif menjelaskan, TAM selaku Pimpinan Cabang Bank Plat Merah dan ZR sebagai Pimpinan Seksi Pemasaran Cabang Sei Rampah dinilai lalai menerapkan prinsip 5C dalam pemberian kredit.
Mereka menyetujui fasilitas kredit kepada S meskipun mengetahui permohonan itu bertujuan menutupi kredit lama yang bermasalah.
Lanjutnya, akibatnya, kredit yang diberikan menjadi macet. Tindakan keduanya melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menimbulkan pertanyaan serius mengenai penerapan keadilan dan konsistensi hukum dalam penanganan perkara korupsi oleh pengadilan.
Reporter Bambang.




