Semarang – Yayasan Bumi Borobudur berkolaborasi dengan EIN Institute, Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Rotary Club of Semarang Bimasena, Klub Merby, EduHouse, Gusdurian Jateng-DIY menggelar kelas belajar Sejarah dan Makna Borobudur.
Kegiatan yang menghadirkan narasumber pegiat Literasi Borobudur Eko Nugroho Rahardjo ini diselenggarakan di PKBM Eduhouse Semarang, Jalan Ungaran Timur Raya No. 220C, Wonotingal, Candisari, Semarang, Jawa Tengah.
Krisna Priyastika mewakili panitia penyelengara dalam pengantarnya mengatakan, kegiatan ini bertujauan untuk membantu masyarakat memahami kearifan dari Borobudur yang lintas zaman.
“Untuk itulah kami sejumlah komunitas dan organisasi di Semarang berkolaborasi dengan tim Bumi Borobudur untuk menyelenggarakan kelas setengah hari untuk belajar sejarah dan makna Borobudur,” ujar Krisna Priyatiska dihadapan sekira lipuluhan peserta kegiatan.
Lebih lanjut, Krisna membabarkan, satu dekade yang lalu, Bumi Borobudur, tim peneliti lokal di Indonesia, memulai studi intensif tentang Borobudur, dengan fokus pada fitur, nilai, dan ajarannya. Hasilnya, hampir semua dari 1.460 relief naratif kini telah berhasil diidentifikasi dan dicocokkan dengan literatur sumbernya. Studi ini memungkinkan sejarah dan makna Borobudur dipahami secara lebih lengkap.
Pegiat Literasi Borobudur Eko Nugroho Rahardjo memaparkan, Borobudur sebagai monumen atau candi Buddhis terbesar di dunia telah dikenal dan dikagumi di Indonesia dan seluruh dunia.
“Meskipun banyak hal yang telah dicapai untuk memulihkan aspek fisik candi, hingga akhir-akhir ini, makna spiritual Borobudur belum sepenuhnya terungkap,” paparnya.
Menurut Eko Nugroho yang sudah menjadi penggiat literasi Borobudur sejak tahun 2015, penampilan eksternal Borobudur bukanlah satu-satunya fitur yang paling luar biasa. Monumen (Candi) ini pada dasarnya menjabarkan peta perjalanan yang lengkap untuk mencapai potensi tertinggi manusia.
Selain memaparkan sejarah Borobudur, Eko juga menjelaskan tentang atsitektur, stupa, relief-relief dan narasi yang tertulis yang punya banyak makna namun belum diungkapkan.
“Borobudur mengandung kekayaan nilai dan kebijaksanaan, yang melaluinya pikiran dan hati seseorang dapat ditransformasikan menjadi bermanfaat bagi yang lain, dilandasi oleh sikap peduli dan altruistik,” jelasnya.
Eko Nugroho mengatakan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari relief-relief yang ada di Candi Borobudur yang pernuh makna. Contohnya, Karmawibhangga yang punya makna ngunduhing pakarti. “Memetik buah perbuatan sendiri. Yang menunjukkan pelajaran untuk kebijaksanaan Landasan hidup yang beretika dan terampil,” tandas Sekjen Dharmaphala Nusantara Eko Nugroho.
Selain itu juga, imbuh Eko Nugroho, Jataka Awadana (Hidup yang bermakna bagi yang lain),Lalitawistara (Puncak Kshidupan bodhistwa, pngejawantahan kesmpurnaan), dan Gandawiyuha (Jati diri dan penyempurnaan keberadaan).
Ditambahkannya, manuskrip fisik Borobudur yang semula digunakan sebagai cetak biru desain untuk membangun candi mungkin telah musnah atau hilang karena secara historis sebagian besar manuskrip ditulis pada daun lontar.
Pada pamungkas acara Krisna Priyastika mengatakan kegiatan belajar bersama tentang sejarah dan makna Borobudur ini akan berlanjut pada waktu mendatang. (Christian Saputro)




