Semarang – Kehadiran Kelompok 5 Rupa merupakan angin segar bagi jagad seni rupa Kota Semarang. Kelompok pelukis dengan punggawa Goenarso, Giovani Susanto, Hary Laksono, Hary Titut, dan Yoyok Barakalloh ini hadir saat pandemi Covid 19 merebak.
Gelaran pertamany perdananya di Kopi Petualang , Depok, Semarang yang digelar dipenghujung bulan Agustus tepatnya 24 Agustus 2021 sekaligus diikrarkan sebagai hari kelahiran Kelompok 5 Rupa.

Menurut Ketua Kelompok 5 Rupa Giovani Sussanto, kelompoknya hadir diblantika seni rupa dengan penanda pameran pertamanya bertajuk : Artpaintour # 1 bertujuan untuk meramaikan kehidupan seni rupa di Kota Atlas .”Kami ingin mematahkan mitos yang pernah ada Kota Semarang dijuluki “Kuburan Seni”. Ini adalah merupakan sebuah upaya bersama untuk membangun eko sistem dunia seni rupa yang ideal agar seni rupa Semarang juga dikenal dengan karakternya sendiri,” ujar Giovani.
Kehadiran kelompok yang fenomenal ini ini juga mengundang rasa penasaran. Apa yang jadi misi dan visi Kelompok 5 Rupa yang hanya dalam hitungan separuh tahun bisa menggelar pamran hingga 5 kali pada tahun 2021.
Kelompok 5 Rupa ini sempat dijuluki “Pandawa Lima” ini oleh Gunawan Permadi dari Komekraf Kota Semarang yang juga Pimpinan Redaksi SKH Suara Merdeka karena nekad terus menggelar pameran saat PKM. Kelompok 5 Rupa sendiri mengawali pamerannya dari café ke café, kemudian menyasar hotel dan galeri tak hanya sebatas di Kota Semarang, tetapi juga merambah Magelang dan Solo.

Giovani Susanto yang didhapuk sebagai Ketua Kelompok 5 Rupa mengisahkan perjalanan kelompoknya. Kelompok 5 Rupa berangkat dari obrolan santai di Resonet Café usai sebuah pameran bersama. “Kami 5 orang Goenarso, Hary Laksono, Hary Titut, Yoyok Barakalloh dan saya merasa cocok dan punya visi dan misi yang sama dalam seni rupa. Kemudian terbentuklah Kelompok 5 Rupa.
Meski waktu itu karena pandemi ada aturan PKM, kami nekad menggelar pameran pertama Artpaintour di Kopi Petualang Café. Ternyata kehadiran kami direspon Seto dari Creative Hub untuk menggelar pameran di Galeri Kreatif Kota Lama yang dikelolanya bulan Oktober 2021, ” terang Giovani yang juga dikenal sebagai mural artist di Semarang.
Kemudian gayung juga bersambut dari Atie Krisna Sarutomo pelukis perempuan Kota Semarang mengajak berkolaborasi berpameran. Maka digelarlah helar bertajuk : Pameran Kecil (Artpaintout #2), Kelompok 5 Rupa Feat Atie Krisna Sarutomo di Kopi JES Café, Ngaliyan, Semarang. “Kami terus berproses dan berpameran tak memandang ditempat kami berpameran. Kami ingin mematik semangat para perupa agar terus bergerak meskipun masa pandemi,” ujar Giovani.
Goenarso, sesepuh Kelompok 5 Rupa menambahkan, kehadiran Kelompok 5 Rupa yang konsisten ternyata mengundang perhatian dari General Manager Hotel Atria, Magelang Chandra Irawan. “Kelompok 5 Rupa diundang untuk berpameran untuk memarakkan helat HUT Hotel Atria ke-9. Pantang bagi kami untuk menolak. Pameran terus bergulir kami juga tentunya terus berproses dan belajar. Kami menaja pameran bertajuk : Artpaintour #4 Kelompok 5 Rupa Feat Agus Muhtaji, ( Pelukis Grabag Magelang),” jelas Goenarso.
Berproses , Belajar dan Berpameran
Dalam berproses Kelompok 5 Rupa tak segan mendatangi perupa senior dan juga seniman lintas disiplin,; sebut saja mas Tanto Mendut, Jeha Sr, Umar Liman Jawi, Dedy PAW, Ismanto, Sujuno Keron, Eyang Purwoko, Sapto Sugiyo, Bunga Rumput, Paulus Mintarga dan banyak lagi untuk ngangsu kawruh dan memetik semangat dan etos berkeseniannya
Belum selesai, kami pameran di Atria,lanjut Goenarso, di penghujung bulan Desember 2021, Pembayun Galih Ratri dari Royal Besaran Galerry, Colomadu, Solo menggandeng kami untuk berpameran digaleri di bawah manajemen yang mengelola Candi Borubudur, Prambanan dan Candi Boko . “Pameran bertajuk : “Jouney #1” ini merupakan pamungkas gelaran pameran kam ditahun 2021,” jelas Goenarso yang juga bergiat di dunia Pariwisata ini.
Kelompok 5 Rupa mengibaratkan proses kreatif yang bergulir merupakan sebuah perjalanan , terus berproses tanpa henti, ketika jeda tak berpameran selain kami melukis juga terus menerus berproses, mengahadiri pameran, srawung seni ikut melukis OTS atau berdiskusi dengan tokoh lintas seni.
“Kami ingin bersama-sama bergerak membangun ekosistem seni rupa di Kota Semarang. Kebetulan dari para anggota Kelompok 5 Rupa ini penekun aliran yang berbeda. Jadi tak ada persaingan , tetapi justru bisa saling mengasah dan belajar,” ujar pensiunan guru ini.
Goenarso berharap kehadiran Kelompok 5 Rupa bisa memberi arti bagi dunia seni rupa di Semarang. Setidaknya nawaitu kami isa menjadi pemantik semangat para perupa di Kota Semarang agar kembali semarak seperti era tahun 1990-an.
Punggawa Kelompok 5 Rupa
Kita kulik lebih jauh untuk lebih mengetahui Kelompok 5 Rupa yang dikenal kompak dan guyub iniPerupa Giovani Susanto kelahiran 19 Juni 1976 ini didhapuk jadi Ketua Kelompok 5 Rupa. Selain aktif melukis Gio juga dikenal sebagai mural artist yang mulai diakrabinya sejak 2015. Giovani membeberkan konsep berkaryanya, lebih memilih berkarya (melukis) dengan menciptakan obyek dari imajinasi sebagai keseimbangan realita dan impian antara yang baik dan buruk. “Saya mengusung tema yang simple dalam karya-karya lukisan saya seprti; lingkungan, alam dan dunia percintaan,” ujarnya
Goenarso, pelukis kelahiran, Semarang 10 Des 1960 yang bermukim di Jalan Sinar Royal Residen no 11 Sinar waluyo Semarang ini mengaku melukis untuk “melampiaskan” talentanya selam hamper 40 tahun mengendap.
“Sekitar empat dasa warsa saya membagikan ilmu menggambar saya pada anak-anak didik saya. Kini saatnya saya berkarya melukis tanpa beban. Kini taka da hari-hari tanpa menggambar,” ujar pensiunan guru yang kini giat melukis ini.
Dalam berkarya, Goenarso, yang ditabalkan sebagai sesepuh alias penasehat dalam Kelompok 5 Rupa ini, tak neko-neko. Goenarso merespon tentang hal-hal yang dekat dengan kehidupan dan alam. “Saya mentranformasikan ke dalam karya lukisan abstrak dan kekoratif dengan menggunakan media akrilik. Apresian saya bebaskan untuk mengapresiasinya,” ujarnya.
Pelukis impresionis kelahiran Semarang 21 Oktober 2021, Yoyok Barokalloh yang jam terbangnya lumayan lama ini mengaku merasa nyaman bergabung dengan Kelompok 5 Rupa. Yoyok panggilan karibnya yang dikenal sebagai pesketsa handal ini kini tinggal di Perum Dinar Asri Blok T3 No,5 Tembalang, Semarang.
Yoyok yang aktif melukis sejak sekolah di SMK ini matang dan trampil dalam menggoreskan karya-karyanya baik di media kerta maupun kanvas. Yoyok juga dikenal sebagai pesketsa cepat yang ada di Kota Semarang. Yoyok mengaku lebih memilih duni seni lukis ketimbang dunia kontraktir yang pernah digelutinya
“Saya lebih nyaman jadi pelukis. Meski saya harus konsisten terus berkarya bahkan buka lapak sketsa diberbagai tempat dan kesempatan. Sebuah pilihan harus ada konsekuensinya,” ujar Yoyok yang bersiap pameran tunggal bulan Agustus 2022 mendatang.
Anggota Kelompok 5 Rupa berikutnya, pelukis Harry Titut kelahiran Semarang 2 Agustus 1972 ini mengaku melukis sejak tahun 1992. Konon mashab yang ditekuninya realisme.
“Tapi saat ini saya agak bergesr ke impresionisme. Karena gaya melukia tersebut mudah dicerna masyarakat, terutama yang awam dengan dunia seni lukis,” terang Titut yang mengaku terus berproses dalam pencariannya.
Harapannya, lanjut Bendahara Kelompok 5 Rupa ini, kehidupan seni rupa makin marak khususnya di Semarang dan umumnya di Indonesia. Karena seni rupa merupakan subsektir ekonomi kreatif dan pariwisata, .
Pelukis penyandang nama Hary Laksono kelahiran Pati 23 September 1980 ini mengaku sangat senang bisa bergabung di Kelompok 5 Rupa yang selalu memacu semangatnya berkarya dan berpameran.
Pelukis jebolan Jurusan Seni Rupa , Universitas Negeri Semarang (IKIP Semarang) ini dalam berkarya berupaya membebaskan diri dari satu aliran tertentu, Tapi menurutnya karya-karyanya ada kecenderungan mengarah ke surealisme.
“Dalam berkarya saya mengejawantahkan hal-hal yang terjadi di sekitar, persoalan ketimpangan sosial, kehidupan sehari-hari serta imaji-imaji yang muncul di pikiran. Semuanya saya tuangkan dalam sebuah karya lukisan,” tandas Hary mengakhiri perbincangan di sela-sela persiapan pameran. (Christian Saputro)




