Semarang — Suasana hangat dan penuh gelak tawa menyelimuti Gedung Serba Guna Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro, Jumat malam (17/10/2025) lalu. Dalam rangka Dies Natalis FIB Undip ke-60, civitas akademika mempersembahkan pertunjukan ketoprak bertajuk “Ande-Ande Lumut”, sebuah kisah klasik rakyat Jawa yang sarat pesan moral tentang ketulusan dan kejujuran cinta.
Pementasan ini bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk nyata komitmen akademisi FIB Undip dalam merawat dan menghidupkan kembali khazanah seni tradisi di tengah arus modernitas. Lebih istimewa lagi, seluruh pemeran berasal dari para dosen dan mahasiswa lintas program studi, menampilkan kolaborasi lintas generasi dalam satu panggung budaya.
Di bawah arahan sutradara KRA. Andy Pramono, N.SE., lakon “Ande-Ande Lumut” dibawakan dengan sentuhan jenaka namun tetap memegang pakem klasik. Prof. Dr. Alamsyah, S.S., M.Hum., Dekan FIB Undip, turut tampil dalam peran penting, sebagai Dias Panji Pametu menandai semangat kebersamaan tanpa sekat jabatan. Sementara Yanuar Yoga Prasetyawan, S.Hum., M.Hum. dengan apik memerankan tokoh Ande-Ande Lumut, pangeran Panji Inu Kertapati yang menyamar demi menemukan cinta sejatinya.
Tokoh Dewi Sekartaji dimainkan dengan anggun oleh Eta Parmacelia Nurulhady, S.S, M.Hum., M.A., Ph.D sementara Prof. Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum., tampil memukau sebagai Prabu Lembu Amiluhur. Di sisi lain, kemunculan Laura Andri Retno Martini, S.S., M.A.,. sebagai Mbok Rondo Pasirapan menambah warna tersendiri lewat penampilan yang mengundang tawa penonton.
Pentas semakin hidup dengan dukungan musik gamelan dari Kelompok Karawitan “Sri Mulyo”, yang mengiringi setiap adegan dengan laras lembut dan ritme dinamis khas panggung ketoprak.
Kisah “Ande-Ande Lumut” mengandung pesan klasik: bahwa keindahan sejati tidak terletak pada rupa, tetapi pada ketulusan hati. Nilai moral ini terasa relevan bagi dunia akademik, yang senantiasa menumbuhkan kejujuran, kerja sama, dan dedikasi dalam berkarya.
Menurut Laura Andri Retno Martini, selaku pimpinan produksi, pementasan ini menjadi simbol perayaan enam dekade FIB Undip yang bukan hanya unggul di bidang ilmu pengetahuan, tetapi juga menjaga akar budaya bangsa sebagai bagian dari jati diri akademik.
“Dies Natalis ke-60 ini bukan sekadar perayaan usia, melainkan momentum untuk menegaskan kembali bahwa FIB Undip adalah rumah bagi ilmu dan budaya. Dari kampus inilah nilai-nilai lokal tumbuh dan terus menginspirasi,” ujar Laura.
Acara yang dihadiri oleh mahasiswa, alumni, serta tamu undangan dari berbagai fakultas ini ditutup dengan tepuk tangan panjang dan suasana penuh kehangatan. Ketoprak malam itu bukan sekadar pentas, melainkan selebrasi kebudayaan dan kebersamaan, di mana para akademisi turun ke panggung untuk menegaskan: ilmu dan seni adalah dua sisi dari satu semangat — semangat kemanusiaan. (Christian Saputro)




