Sumaterapost.co | Lampung – Banjir bandang beberapa hari lalu yang melanda Sibolga Sumatera Utara ribuan batang kayu gelondongan menerjang apa saja di sungai harus menjadi perhatian bagi semua pihak pentingnya hutan sebagai penyangga resapan air, terkhusus Provinsi Lampung yang berpotensi di wilayah Hilir seperti Kabupaten Tanggamus, Pesisir Barat, dan Kabupaten Lampung Selatan serta Pesawaran, ungkap Aktivis Lingkungan Ir. Almuheri Ali Paksi kepada Sumaterapost.co. Jum’at (28/11/2025).
Aktivis lingkungan yang dikenal vokal ini, mengingatkan Bupati Lampung Barat, Pesisir Barat, Bupati Tanggamus, Bupati Pesawaran, Lampung Selatan serta Walikota Bandar Lampung, untuk perhatian super khusus dan serius penanganan kondisi hutan di hulu, bila tidak ingin bencana dasyat akan menimpa rakyatnya.
“Di Lampung ada 580 Desa di Kawasan Hutan, yang terbanyak Kabupaten Lampung Slatan, Tanggamus dan Lampung Barat, di Bandar Lampung saja ada 4 desa yang masuk Kawasan hutan, 3 di Tahura dan 1 hutan Lindung, apa lagi di Kabupaten lainnya, Hutan yang masih ada kalau secara jujur sudah banyak tanaman kopi, ini yang mengkhawatirkan degradasi tanah”kata Almuhery.
Dikatakan Almuhery, Sebuah riset mengungkap kenapa banjir di Indonesia terjadi lebih sering dan lebih parah. Riset multi disiplin ilmu ini dikerjakan oleh tim peneliti gabungan dari University of Göttingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), diketahui hasil riset ini menunjukkan bahwa perluasan perkebunan monokultur, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, menyebabkan banjir di Indonesia terjadi lebih sering dan lebih parah, peningkatan frekuensi dan keparahan banjir ini terkait dengan proses ekohidrologi dan sosial yang saling mempengaruhi, termasuk degradasi tanah di area pertanian monokultur, perluasan perkebunan kelapa sawit ke area lahan basah, dan pembangunan bendungan banjir dan salun drainase juga berkontribusi pada perubahan pola banjir lokal. (ndy)




