Gonjang-gonjing dan menghebohkan jagat dunia demokrasi pada Pilkada serentak Lampung Timur, membuat saya harus membuka-buka kembali lemari buku dan mencari buku-buku dan undang-undang tentang pilkada termasuk beberapa aturan di bawahnya.
Akhirnya saya temukan buku undang-undang No.10 tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi kitab suci para penyelenggara pemilu dan pilkada serentak tahun ini. Tundas dari Muqadimah sampai penutup saya baca tidak saya temukan sama sekali pasal yang mewajibkan surat kesepakan partai jika partai ingin mengalihkan dukungan ke calon lain.
Lalu saya baca juga kalau-kalau ada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, tidak ada sama sekali pasal yang mewajibkan, lantas saya buka lagi Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) nomor 10 tahun 2024 yang dibuat pasca putusan MK juga tidak ada. Sampai bingung pasal apa yang dipakai KPU Lampung Timur untuk menolak pendaftaran Dawam Rahardjo-Ketut Erawan.
Pasca membaca berita terkait pernyataan dari KPU Lampung Timur dan juga pernyataan ketua KPU Lampung sdr. Erwan Bustami, rupanya penolakan tersebut berdasarkan pada pada keputusan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) nomor 1228 halaman 123 tentang kewajiban ada surat kesepakatan antara partai pendukung paslon jika parpol ingin mengalihkan dukungan.
Jika KPU Lampung Timur sungguh-sungguh ingin melaksanakan regulasi dengan benar sudah jelas dalam pasal 135 poin b PKPU nomor 10 2024.
Kasus di Lampung Timur sama persis dengan dua kabupaten lainnya yakni Lampung Barat dan Tulang Bawang Barat, sisa suara persentase parpol peserta pemilu yang belum mendaftarkan calon kadanya masih kurang dari yang dipersyaratkan dalam PKPU tersebut, maka boleh parpol atau gabungan parpol yang yang sudah mendaftarkan calonnya untuk menarik dukungan dan mengalihkan ke calon lain.
Keluwesan demokrasi itu sudah dibuka oleh KPU sendiri mungkin karena PKPU sekarang harus dikonsultasikan dengan DPR terlebih dahulu sehingga masih terjaga keseimbangannya.
Akan tetapi masih dapat juga “diakali” oleh KPU sendiri dengan membuat pedoman teknis yakni keputusan KPU nomor 1229 halaman 123 sehingga itu yang dijadikan KPU Lamtim untuk menolak pendaftaran Dawam Rahardjo-Ketut Erawan yang diusung PDIP.
Hal ini menjadi aneh sekali dan menjadi preseden buruk dalam kontestasi Pilkada kita tahun ini, sebab kesannya KPU melawan regulasinya sendiri dengan menerbitkan pedoman teknis, padahal semestinya hal-hal yang diatur dalam pedoman teknis adalah pasal-pasal yang belum jelas sedangkan dalam pasal 135 poin b pkpu nomor 10 tahun 2024 sdh cukup jelas.
*Pedoman teknis disinyalir memberangus kemandirian parpol*
Keputusan KPU nomor 1229 halaman 123 tersebut memberangus kemandirian partai politik ketika akan menentukan dukungan calonnya, KPU tidak boleh berimpropisasi dengan menciptakan norma baru meskipun menabrak aturan di atasnya.
Jika ini dibiarkan maka akan sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi kita. Ucap aktivis yang pernah merungkadkan Arief Budiman Ketua KPU RI itu.
Dalam kisruh pendaftaran paslon bupati di Lamtim, KPU setempat semestinya menggunakan PKPU nomor 10 pasal 135 poin b, dan bukan menggunakan pedoman teknis yang kedudukannya lebih rendah dari PKPU, Apalagi kejadian di Lampung Timur sama persis dengan dua kabupaten lainnya yakni Tulang Bawang barat dan Lampung yakni sampai dengan hari terakhir pendaftaran masih terdapat 1 pasangan calon yg mendaftar,. Akumulasi suara parpol yang belum mendaftarkan calonnya tidak mencapai ketentuan persyaratan akumulasi perolehan suara sah yakni hanya 11.217 dari 4 parpol.
Dengan demikian sangat fair jika KPU Lampung Timur menggunakan pasal 135 poin b PKPU nomor 10 tahun 2024. Urai mantan aktivis 98 itu.