Semarang – Puluhan lukisan karya 45 perupa Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta lintas generasi ditaja di Semarang Gallery,Jalan Taman Sri Gunting 5 -6, Kota Lama, Semarang .
Pmeran akbar yang diinisiasi seniman Butet Kertaredajasa ini digelar Rosan Production kolaborasi dengan Semarang Gallery disponsori Bank Jateng dan Bhakti Budaya Djarum Foundation memajang karya pelukis; Kartika Affandi, Joko Pekik, Gus Mus, Subroto Sm, Butet Kartaredjasa, Nasirun, Ivan Sagita, Putu Sutawijaya, Ong Hari Wahyu, Sigit Santoso, Melodia, Bambang Herras, Bambang Pramudiyanto, Pupuk DP, Jumaldi Alfi, Theresia Agustina Sitompul, Erica Hestu Wahyuni, Nindityo Adipurnomo, EddiE haRA, Ugo Untoro, Iwan Yusuf, Yuswantoro Adi, Hari Budiono, Hartono, Ayu Rika, Subandi Giyanto, Adien Widyardini, Budi Ubrux, Diah Yulianti, Iqi Qoror, Joko Sulistiono Gundul, Astuti Kusumo, Ledek Sukadi, Yaksa Agus, Ampun Sutrisno, Joko Susilo, Laila Tilah, Lucia Hartini, Edy Sunaryo, Rismanto, Wayan Cahya, Whani Darmawan, Agus Noor, Susilo Budi Purwanto dan Rifzikka Atmadiningrat.

Pameran yang mengusung tajuk “Seni Agawe Sentosa “ (SAS) dibuka salah satu tokoh seni rupa Indonesia Oei Hong Djien, Kamis (23/02/2023) malam. Pameran SAS ini akan berlangsung selama sebulan penuh hingga 23 April 2023 mendatang.
Kolektor OHD sapaan akrab Oei Hong Djien yang pernah tinggal di Kota Semarang mengatakan pameran yang ikuti banyak pelukis ini menjadi semacam ajang kebersamaan dan reunian para seniman Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Chris Dharmawan, Owner Semarang Gallery mengatakan menyambut baik pameran bersama perupa-perupa senior dengan berbagai latar belakang dan bermacam lintas generasi yang telah kuyup keringat dengan pergulatan kreatifnya , begitu istilah kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo.
“Beberapa waktu lalu mas Butet menghubungi saya akan menggelar pameran bersama atau “keroyokan” istilah yang dipakainya. Ketika dia menyebut nama-nama pelukisnya hampir 90 persen saya mengenalnya. Pameran Seni Agawe Santoso ini merupakan sebuah ide pameran yang perlu didukung dan ditindaklanjuti menjadi sebuah perhelatan,” jelas Chris Dharmawan.
Pameran ini imbuh, Chris, cukup penting bagi dunia seni rupa kita. Apalagi didukung nama-nama beken yang tidak asing lagi dalam perjuangan eksistensi seni rupa kontemporer di Indonesia selama ini yang terbukti masih eksis dan berkarya secara konsisten sampai sekarang. ujarnya.
Kurator pameran “Seni Agawe Santosa” Suwarno Wisetrotomo, mengatakan, fungsi seni paling mendasar adalah merayakan kemerdekaan diri sebagai pembebasan atas berbagai jenis ikatan yang menjerat. “Tidak ada makna atau pengertian seni yang absolut. Kemerdekaan atau kebebasa sekaligus beriringan dengan kesadaran tentang keterikatan dan keterbatasan. Sebebas-besanya hasrat berekspresi, sekaligus dilandasi kesadaran untuk menimbang kepentingan ‘pihak lain”,” ujar Dosen ISI Yogyakarta menegaskan
“Tidak ada makna atau pengertian seni yang absolut. Kemerdekaan atau kebebasan sekaligus beriringan dengan kesadaran tentang keterikatan dan keterbatasan. Sebebas-bebasnya hasrat berekspresi, sekaligus dilandasi kesadaran untuk menimbang ‘kepentingan’ pihak lain,” ujar Suwarno.
Satu hal yang pasti, lanjutnya, berkesenian atau kerja kesenian merupakan kerja kebudayaan. Fungsi seni berikutnya adalah sebagai cara dan media untuk membangun saling pengertian antarberbagai pihak.
Karena itu maka, seni – salah satunya karya seni rupa – hadir dalam berbagai lintasan yang mengayakan siapa pun, karena seni/karya seni (semestinya) berada dalam posisi lintas iman, lintas agama, lintas politik, lintas ideologi, lintas suku, etnik, bahkan bangsa.
“Dengan demikian seni/karya seni memiliki peran untuk mempererat kohesi sosial, menjadi media membangun saling pengertian, dan perayaan atas keberagaman yang berujung pada perayaan terhadap kemanusiaan,” tandas Suwarno. (Christian Saputro)




