Yogyakarta 29 Agustus 2025 – Yogyakarta, tanah yang menanam budaya di setiap lekuk jalannya, kembali meneguhkan dirinya sebagai rumah bagi semangat kolektif. Pada Kamis, 28 Agustus 2025, Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, secara resmi membuka Pasar Merdeka di Taman Budaya Embung Giwangan. Di tengah angin yang lembut dan langit yang teduh, pembukaan ini menjadi tanda dimulainya sebuah perayaan: tentang kebebasan, tentang kreativitas, dan tentang harapan rakyat.
Pasar Merdeka bukan sekadar gelaran dagang atau pameran biasa. Ia lahir dari rahim gerakan ekonomi kreatif akar rumput, digagas oleh Koperasi Jasa Seniman dan Budayawan Yogyakarta (Koseta). Dalam ruang ini, koperasi bukan sekadar struktur ekonomi, tapi menjadi tubuh bersama yang hidup, bergerak, dan saling menghidupi.
Lukisan-Lukisan yang Bersaksi
Salah satu highlight paling mencolok dari acara ini adalah pameran seni rupa* yang diikuti oleh *80 pelukis dari berbagai daerah. Nama-nama seperti Abe Santoso, Addini Nur F, Godod Sutejo, Justina TS, sampai Prof. Ahmad Syaify , Giovanni Susanto, Nanang Widjaya memamerkan karya yang bukan sekadar visual, tapi juga ungkapan zaman. Lukisan-lukisan ini seolah menjadi saksi bisu zaman yang terus bergerak, dengan warna, garis, dan narasi personal yang menghentak kesadaran.
Dari goresan surealis hingga realisme kritis, para perupa menyuguhkan tafsir tentang kemerdekaan dalam berbagai rupa. Ada yang bicara tentang lingkungan, tentang buruh, tentang tubuh, bahkan tentang doa yang terlupakan. Seluruhnya membentuk mozaik kultural yang memukau dan menyentuh.
Ruang Diskusi: Tempat Gagasan Bertumbuh
Lebih dari sekadar merayakan, Pasar Merdeka juga menjadi tempat berpikir bersama. Rangkaian diskusi yang diselenggarakan mengangkat tema-tema aktual: koperasi dan ekonomi mandiri, tantangan keuangan digital, hingga masa depan ekosistem koperasi seniman. Di forum ini, ide-ide tumbuh dari tanah, bukan dari menara gading—ia lahir dari pengalaman, dari hidup yang nyata, dari keresahan sehari-hari.
Diskusi menjadi ruang untuk saling menyimak, bukan menggurui. Sebuah bentuk demokrasi pengetahuan yang dibangun secara partisipatif, hangat, dan penuh kesetaraan.
Tujuan dan Harapan
Pasar Merdeka bertujuan untuk menegaskan semangat kemerdekaan dalam wajah ekonomi gotong royong. Ia menjadi arena tempat UMKM, seniman, budayawan, dan komunitas saling bertukar nilai, energi, dan mimpi. Tak ada sekat antara pelaku dan penonton—semua menjadi bagian dari ekosistem yang saling menguatkan.
Diselenggarakan hingga 31 Agustus 2025, Pasar Merdeka menjadi cara Yogyakarta merayakan Agustus bukan hanya dengan bendera, tapi juga dengan warna-warni karya, suara diskusi, dan denyut hidup rakyat.
Di Embung Giwangan, kita tidak hanya melihat pameran, tapi juga menyaksikan tumbuhnya harapan. Bahwa seni bisa jadi jembatan, bahwa koperasi bisa jadi jawaban, dan bahwa rakyat bisa merayakan merdeka dengan cara mereka sendiri.
Sebab merdeka, sejatinya, bukan hanya tentang lepas dari penjajahan, tapi juga tentang bisa mencipta dan hidup dari yang kita cintai—bersama, dalam semangat kolektif. (Christian Saputro)




