Semarang – Gerakan pelestarian kebaya kembali menggema dalam perayaan HUT ke-11 Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) yang digelar di Klub Merby, Jl Mataram, Semarang, Sabtu (22/11). Kegiatan yang berlangsung gayeng ini dimeriahkan dengan Peragaan busana kebaya, persembahan musik ukelele dari PBI Yogyakarta, permaianan dolanan bocah dari Gema Nusantara Pelajar yang berlatih di Klub Merby.
Komunitas ini menegaskan komitmen menjaga kebaya sebagai identitas budaya, sekaligus mengajak generasi muda menjadikannya bagian dari gaya hidup masa kini.
Ketua Umum PBI, Rahmi Hidayati, menyampaikan keprihatinan karena kebaya—yang menjadi warisan luhur perempuan Nusantara—kian jarang dikenakan dalam aktivitas sehari-hari. Ia mengisahkan, sejak gerakan ini bermula pada 2014, hanya satu dua orang yang terlihat berkebaya di ruang publik.
“Saya tadi keliling pasar, tidak ada yang memakai kebaya, hanya satu ibu berusia 78 tahun. Padahal kalau kita mencintai negeri dan menghormati nenek moyang, pakailah kebaya. Ini busana indah dan penuh makna,” ujarnya di depan hadirin dari berbagai daerah.
Rahmi menuturkan, gerakan PBI berawal dari komunitas kecil jurnalis di Jakarta yang ingin terlihat berbeda saat difoto. Seiring waktu, diskusi dan seminar budaya berkembang menjadi gerakan nasional. Kini PBI memiliki 19 cabang di Indonesia, bahkan juga ada PBI Cabang Eropa yang berkedudukan di Swis, dan tengah mempersiapkan pembentukan cabang baru di sejumlah kota.
Untuk memperluas pelestarian, PBI menggerakkan program bertajuk “kebaya goes to school, goes to campus, goes to office, dan goes to world” . Langkah ini untuk memperkenalkan kebaya kepada anak-anak, remaja, pelajar, dan kalangan profesional.
Rahmi bahkan menceritakan bahwa ia tetap berkebaya dalam berbagai aktivitas ekstrem—mulai dari mendaki gunung, bersepeda jarak jauh, hingga terbang paralayang—sebagai cara sederhana menunjukkan bahwa kebaya bisa dikenakan di mana saja. “Kalau kita larang anak muda pakai kebaya dengan aturan kaku, justru mereka menjauh. Biarkan mereka mulai dulu, meski dipadukan dengan jeans. Yang penting mau mencoba,” tegasnya.
Estafet Budaya di Tangan Generasi Muda
Ketua PBI Kota Semarang, Titah Listiyorini, menambahkan bahwa pelestarian kebaya kini memiliki momentum besar setelah pada 2024 UNESCO mengakui kebaya sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
Ia menyebut, Jawa Tengah menjadi salah satu wilayah dengan pertumbuhan cabang PBI paling pesat, mulai dari Semarang, Pekalongan, Banyumas, Salatiga, hingga Grobogan. “Perjalanan PBI selama 11 tahun tidak mudah, tetapi eksistensinya semakin kuat. Kami berharap generasi muda meneruskan estafet. Jangan berhenti di kita,” ujarnya.
Menurut Titah, kebaya memiliki keberagaman bentuk dan filosofi. PBI Semarang mengundang berbagai komunitas untuk berbagi pengetahuan, termasuk model kebaya dari Jawa Tengah dan gaya-gaya kebaya Nusantara lain yang memperlihatkan betapa kayanya busana perempuan Indonesia.
Kebangkitan Budaya dari Ruang Publik
Pemerhati budaya sekaligus pemilik Klub Merby, drg. Grace Widjaja Susanto, mendukung penuh gerakan PBI. Ia menilai kebaya kini mulai kembali digemari, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap seni dan budaya lokal.
“Semarang sekarang sudah menggeliat. Sepuluh tahun lalu wayang yang menonton bisa dihitung jari, sekarang tidak kalah dengan penonton sepak bola. Kebaya lebih mudah diterima karena tidak perlu latihan seperti seni pertunjukan,” ujarnya.
Menurut Grace, ragam kebaya Nusantara sangat berlimpah—mulai dari kebaya keraton, kartini, encim, Bandung, Bali, Madura, hingga kebaya komunitas Koja di Semarang yang berciri India. Melihat kekayaan itu, ia optimistis kebaya dapat berkembang menjadi ikon budaya yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
“Kami lihat murid-murid kami sudah mulai terbiasa berkebaya. Di setiap pementasan, anak-anak pun tampil dengan kebaya. Ini pertanda baik bagi masa depan tradisi kita,” katanya.
Gerakan Budaya yang Terus Tumbuh
Rahmi Hidayati menegaskan, perayaan HUT ke-11 kali ini tidak hanya menjadi penanda perjalanan PBI, melainkan momentum untuk menguatkan peran komunitas dalam menjaga warisan adiluhung. Melalui sosialisasi, peragaan busana, diskusi budaya, dan edukasi publik, PBI ingin menjadikan kebaya sebagai busana hidup—dipakai, diteruskan, dan dirayakan lintas generasi. “Pelestarian kebaya adalah misi kita bersama,” tegas Rahmi. (Christian Saputro)




