Lombok, NTB. 28 Febuari 2025 – Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 7 Tahun 2024. Regulasi ini dipandang sebagai produk hasil kongkalikong antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan perusahaan-perusahaan dalam lingkaran kekuasaan yang berpotensi merugikan negara hingga 1 triliun rupiah per tahun dan merugikan nelayan sebesar 3 triliun rupiah per tahun.
Kami meyakini bahwa Permen KP No. 7 Tahun 2024 telah dijadikan alat untuk memfasilitasi praktik monopoli yang tidak etis dalam pengelolaan dan pembelian benih bening lobster (BBL). Kebijakan ini menciptakan celah bagi perusahaan tertentu untuk mendominasi pasar, dengan mengorbankan hak-hak nelayan kecil yang seharusnya dilindungi oleh negara. Keputusan ini jelas menciptakan ketidakadilan yang lebih dalam, dan menghancurkan mata pencaharian ribuan nelayan yang bergantung pada perikanan.
Kerugian sebesar 1 triliun rupiah per tahun bagi negara dan 3 triliun rupiah per tahun bagi nelayan adalah angka yang tidak dapat diabaikan. Ini merupakan indikasi nyata bahwa kebijakan ini tidak mendukung kepentingan masyarakat, tetapi hanya menguntungkan segelintir orang dalam jaringan kekuasaan.
Kondisi ini tidak dapat dibiarkan. Monopoli pasar yang diakibatkan oleh kebijakan ini dapat menyebabkan hancurnya mata pencaharian ribuan nelayan dan memperdalam ketidakadilan di sektor perikanan.
Jumlah BBL per tahun 300 juta ekor. Kali PNBP 3000 = 900 Milyar. Kalau diurus dengan benar. Ini kerugian Negara. Sementara kerugian nelayan: Harga jual rata rata sebelum ada Permen 7 adalah 20 rb/ekor. Sekarang 10 rb/ekor (rata-rata). Kalau digabungkan kerugian nelayan : 300 juta x 10 rb = 3 T
Karena ulah oknum yang diberikan mandat untuk menjalankan bisnis benih bening lobster ini, negara telah gagal mendapatkan 900 Miliar. Sesuai catatan Bea Cukai Singapore bahwa tercatat BBL yang lewat Singapore 200 sampai dengan 250 juta per tahun (dulu). Sekarang +/- 300 juta yang masuk Vietnam setahun. Kalau dikali 4000 (PNBP 3000 dan BLU 1000) = 300 juta x 4000 = 1,2 T per tahun.
Kami mendesak pemerintah untuk segera meninjau dan mencabut ijin Perusahaan Joint Venter, serta melakukan audit menyeluruh terhadap semua Perusahaan. Kami menuntut keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan sektor perikanan, serta perlindungan terhadap hak-hak nelayan dan pembudidaya.
Serikat Nelayan Independen dengan ini mengeluarkan pernyataan keras menolak praktik monopoli yang dilakukan oleh JV (Joint Venter) dalam pengelolaan dan pembelian benih bening lobster. Tindakan ini bukan hanya mengancam mata pencaharian ribuan nelayan, tetapi juga merupakan pelanggaran nyata terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam industri perikanan di Indonesia.
Praktik monopoli yang dilakukan oleh JV telah menciptakan iklim yang merugikan. Mereka menguasai pasar dengan cara yang tidak etis, memaksa nelayan untuk menjual benih bening lobster dengan harga yang sangat rendah dan tidak wajar. Situasi ini jelas menunjukkan bahwa kehadiran mereka bukan untuk mendukung kesejahteraan nelayan, tapi justru untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan kehidupan para pelaut dan keluarganya yang bergantung pada sumber daya laut.
Kami menuntut tindakan tegas dari Pemerintah dan instansi terkait untuk segera menghentikan praktik monopoli ini. Kami meminta kepada KPK agar melakukan investigasi mendalam terhadap semua JV serta menuntut mereka untuk bertanggung jawab atas tindakan merugikan negara. Jika tidak, kami tidak segan-segan untuk menggalang aksi protes besar-besaran demi melindungi hak-hak nelayan, keberlanjutan industri perikanan dan kerugian negara.
Kami juga menyerukan kepada seluruh organisasi masyarakat sipil, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersatu menolak setiap bentuk penindasan dan ketidakadilan. Kami mesti melindungi sumber daya alam dan hak-hak nelayan dari eksploitasi oleh segelintir pihak yang berkuasa.
Kami akan terus berjuang untuk keadilan, keberlanjutan, dan melindungi hak-hak nelayan dari praktik monopoli dan korupsi. Tidak ada tempat bagi praktik-praktik yang merugikan dalam sektor yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang.