KALIANDA – Sidang perkara ijazah palsu yang menyeret anggota DPRD Kabupaten Lampung Selatan dari Fraksi PDI Perjuangan memasuki agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lampung Selatan.
Dua terdakwa dalam perkara ini, yakni Supriyati selaku pengguna ijazah palsu dan Ahmad Sahrudin sebagai Kepala PKBM Bougenvil sekaligus pembuat ijazah, dituntut dengan hukuman yang sama oleh JPU.
Keduanya dituntut pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan serta denda sebesar Rp50 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Kalianda pada Kamis, 31 Juli 2025, JPU Kresna menyatakan bahwa Ahmad Sahrudin terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Sementara itu, Supriyati dijerat dengan Pasal 69 ayat (2) UU Sisdiknas atas dugaan penggunaan ijazah palsu untuk pencalonan sebagai anggota DPRD.
“Terdakwa Ahmad Sahrudin terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 68 ayat (1) UU Sisdiknas. Dengan ini dituntut pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan, dikurangi masa tahanan, serta denda Rp50 juta, subsider 4 bulan kurungan,” ujar Kresna saat membacakan tuntutan.
Tuntutan terhadap Supriyati memicu suasana haru di ruang sidang. Ia tampak menangis tersedu-sedu saat mendengarkan tuntutan jaksa, disusul tangisan anaknya, Feri, yang turut hadir di persidangan. Akibat suasana emosional itu, sidang sempat diskors dan majelis hakim memerintahkan petugas untuk menyiapkan tisu.
Penasihat hukum Supriyati, Hasanuddin, SH menyatakan keberatan atas tuntutan JPU. Ia menilai tuntutan jaksa tidak mencerminkan fakta yang terungkap dalam persidangan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Galang Syafta Aristama, SH, MH memberikan waktu empat hari kepada tim penasihat hukum untuk menyiapkan nota pembelaan (pledoi). Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 4 Agustus 2025, dengan agenda pembacaan pledoi.
“Mengingat masa penahanan yang hampir habis, maka kami beri waktu maksimal empat hari untuk menyusun pledoi,” tegas Hakim Galang sambil mengetuk palu sidang.
Di sisi lain, penasihat hukum terdakwa Ahmad Sahrudin, Eko Umaidi, S.Kom, SH menyatakan akan mengajukan pembelaan agar kliennya dibebaskan dari segala tuntutan. Ia beralasan bahwa berdasarkan fakta persidangan, Ahmad Sahrudin hanyalah pelaksana dan bukan pelaku utama.
“Dalam pledoi nanti, kami akan menegaskan bahwa Ahmad Sahrudin bukan pelaku utama, dia hanya menjalankan perintah dan juga korban dalam perkara ini. Kami minta agar terdakwa dibebaskan,” tegas Eko. ( Kasiono)