Sumaterapost.co | Persatuan Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL), akan grudug DPRD Propinsi Lampung, Rabu, (19/6).
Rencana PPRL aksi ke Gedung DPRD Propinsi Lampung, dalam seruan aksinya Tolak Kebijakan Anti Rakyat, Selamatkan Demokrasi Dari Oligarki, dengan 7 tuntutan, yaitu :
Cabut PP 21 Tahun 2024, Tolak Rancangan UU TNI dan POLRI, Tolak RUU Penyiaran, Cabut UU Ciptaker, Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah Demokkratis, Hapus Outdhorching, Wujudkan reforma agraria sejati.
Dalam seruan aksi melalui medsos diketahui titik kumpul di Al Furqan dengan konvoi kendaraan bermotor waktu Rabu (19/6) pukul 09.00 wib sampai selesai.
Dalam releasenya yang disampaikan, Selasa, (18/6), di nyatakan, Tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan perumahan dan organisasi merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pemenuhan atas tempat tinggal yang layak merupakan kewajiban pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 2005.
Dalam rangka memenuhi kewajibannya, pemerintah mengeluarkan PP 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Namun, Melihat skema tapera yg di programkan pemerintah, Tapera tak ubahnya sistem tabung paksa berbalut asuransi sosial. Pekerja bergaji tinggi harus menambal pembiayaan untuk rumah buruh berpenghasilan rendah. Tapera juga melepas tanggung jawab negara untuk memenuhi hak rakyat.
Jika dilihat, sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari aja pekerja itu masih dalam taraf kesulitan, ditambah biaya pendidikan dan kebutuhan pokok yg terus naik.
Sementara nilai upah yang di atur dalam Pp 51 tahun 2023 tentang pengupahan di bawah uu cipta kerja masih dalam kubungan politik upah murah.
Lalu bagaimana dengan tambahan potongan iuran perumahan yang dicanangkan pemerintah. Hal ini akan menjadi tambahan beban bagi pekerja.
Selain itu, ada banyak RUU lainnya yang kontroversi. RUU TNI dan Polri serta RUU penyiaran. RUU ini kami nilai akan menjadi mimpi buruk bagi rakyat khususnya bagi kita yang menyuarakan keadilan. Adanya uu ite aja sebenarnya sudah menjadi momok yang akan menjerat kita dengan pasal karetnya.
Penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil dapat mengancam demokrasi. Praktik itu tidak sejalan dan bertentangan dengan prinsip pengaturan militer di negara demokrasi yang menuntut adanya pemisahan antara domain sipil dan domain militer.
Kewenangan Polri juga diusulkan diperluas dalam RUU Polri. Bukan hanya RUU TNI, RUU Polri yang memberikan kewenangan penyadapan kepada Polri juga dikhawatirkan akan mengancam demokrasi.
Perluasan wewenang kepolisian untuk dapat melakukan penyadapan dianggap rawan dan berpotensi disalahgunakan jika tidak diawasi. Dengan tugas itu, polisi dapat menyadap pihak-pihak tertentu di luar proses penegakan hukum. Pengamat pun menilai kewenangan tersebut sebagai upaya mengintimidasi demokrasi yang tengah berjalan.
Selain itu, upaya pembungkaman demokrasi juga dilakukan pemerintah melalu revisi uu penyiaran. ketentuan dalam RUU itu tergolong karet sehingga sangat rentan menjerat jurnalis. RUU ini bakal menjadi ancaman baru bagi jurnalis dan insan pers. Padahal selama ini tak sedikit jurnalis yang dijerat pidana menggunakan UU No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Oleh karena itu, kami dari PUSAT PERJUANGAN RAKYAT LAMPUNG (PPRL) mengundang kawan-kawan media baik cetak maupun online untuk hadir dan meliput agenda aksi massa yang akan dilakukan pada :
*Hari, tanggal : Rabu, 19 Juni 2024*
*Pukul : 10.00 wib*
*Tempat : DPRD Provinsi Lampung*
*Tikum : Masjid Alfurqon*
Humas PPRL,
Kristin dan Tri Susilo (andreas).