Sumaterapost.co | KALIANDA – Sidang lanjutan kasus dugaan penggunaan ijazah palsu yang menyeret anggota DPRD Lampung Selatan dari Fraksi PDI Perjuangan, *Supriyati* dan *Ahmad Sahrudin*, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kalianda, Senin (4/8/2025), dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan.
Tim penasihat hukum Ahmad Sahrudin dari LBH Al Bantani, yakni Eko Umaidi, S.Kom., S.H., Adi Yana, S.H., dan Dedi Rahmawan, S.H., CM, secara bergiliran membacakan pledoi setebal 35 halaman di ruang sidang Cakra.
Dalam pledoi itu, tim kuasa hukum menyoroti sejumlah kejanggalan dan inkonsistensi dalam kesaksian para saksi, yang dinilai merekayasa fakta dan memojokkan terdakwa. Salah satunya adalah keterangan saksi Sukriyadi, yang mengaku pernah mendaftar di PKBM Bugenvil, namun ijazah miliknya justru dipakai orang lain. Disebutkan pula bahwa Supriyati bersama kuasa hukumnya pernah menemui Sukriyadi dan membujuknya untuk menandatangani surat pernyataan yang mengizinkan penggunaan ijazah tersebut sebagai syarat pencalonan legislatif.
Penasihat hukum juga menyebut adanya keterlibatan * Merik Havit*, yang diduga sebagai pihak yang memerintahkan pembuatan ijazah atas nama Supriyati demi memenuhi syarat pencalonan. Keterangan Merik dalam persidangan disebut tidak sesuai fakta dan terindikasi memberikan keterangan palsu.
Dalam pembelaannya, terdakwa juga membantah mengetahui bahwa ijazah yang digunakannya palsu. Ia mengaku hanya menyerahkan uang sebesar Rp1,5 juta melalui anaknya, Feri, kepada Ahmad Sahrudin. Namun menurut terdakwa, uang dan dokumen itu sejatinya diserahkan langsung oleh Merik Havit atas perintah seorang tokoh yang disebut sebagai “Ibu”, yang diduga merujuk pada istri Bupati Lampung Selatan.
Penasihat hukum menilai bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendasarkan tuntutan pada Pasal 68 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional tidak tepat. Menurut mereka, perkara ini semestinya masuk dalam ranah pidana umum, khususnya Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Lebih jauh, tim kuasa hukum menyebut Ahmad Sahrudin hanyalah korban politik yang menjalankan perintah dari pihak yang memiliki pengaruh kuat di lingkar kekuasaan daerah.
Permohonan Kuasa Hukum
Dalam petitumnya, penasihat hukum memohon agar majelis hakim:
1. Menerima seluruh isi pledoi.
2. Menolak seluruh dakwaan dan tuntutan JPU.
3. Membebaskan Ahmad Sahrudin dari semua dakwaan.
4. Memerintahkan Polda Lampung untuk menetapkan Merik Havit sebagai tersangka utama.
5. Merehabilitasi nama baik terdakwa.
6. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Tanggapan Majelis Hakim
Usai pembacaan pledoi, Ketua Majelis Hakim Galang Syafta Aristama, S.H., M.H., memberikan kesempatan kepada JPU untuk menyiapkan replik atau tanggapan atas pledoi, yang akan dibacakan pada sidang lanjutan, Selasa (5/8/2025).
“Mengingat hari Rabu (6/8/2025) putusan harus dibacakan, maka JPU diminta menyiapkan repliknya esok hari,” ujar Hakim Galang sembari mengetuk palu sidang.
(Kasiono)




