SP.co Tanah Datar – Positif, Pengumuman yang dikeluarkan oleh pihak RSUD Dr.MA Hanafiah, SM Batusangkar terkait 3 orang Dokter Spesialis Anak yang bertugas di RSUD tersebut benar tidak ada atau tidak masuk kerja, dikarenakan oleh adanya kegiatan Kongres Nasional Dokter Spesialis Anak yang diadakan di Solo dan Semarang, katanya Hal ini guna peningkatan Kompetensi Dokter Spesialis Anak.
Ketika hal ini di konfirmasi langsung ke pihak RSUD Dr. MA Hanafiah, SM melalui Bagian Humas Rika Andalisa membenarkan hal ini, “ya benar, Untuk pelayanan Poliklinik Anak ditutup sejak tanggal 26/09/24 s/d 02/10/24 dan akan dibuka kembali pada tanggal 03/10/24, seperti yang tertuang dalam pengumuman selebaran digital yang beredar juga sudah beredar di medsos, Rika Andalisa juga membenarkan bahwasanya Dokter Spesialis Anak di RSUD ada 3 orang, ujarnya.
Fajar, Sebagai seorang praktisi hukum, saya melihat hal ini sebagai sebuah kegagalan manajemen pelayanan kesehatan yang tidak bisa dianggap remeh, Ketidak hadiran tiga dokter spesialis anak sekaligus, tanpa adanya alternatif pelayanan yang memadai, adalah bentuk kelalaian yang jelas dari pihak rumah sakit. Bagaimanapun, rumah sakit adalah garda terdepan dalam memberikan akses kesehatan, dan mereka memiliki kewajiban hukum yang tidak bisa diabaikan begitu saja hanya karena alasan Kongres atau peningkatan kompetensi.
Fajar yang berkantor di lembah Pertiwi jorong Bukit Gombak Nagari Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar, ketika diminta pandanganya, Jumat, 27/09/24, Rumah sakit, dalam hal ini RSUD Dr. MA Hanafiah, terikat pada tanggung jawab hukum untuk memberikan layanan kesehatan yang berkelanjutan sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Mengapa tidak ada solusi sementara? Apakah kebutuhan mendesak pasien anak tidak diprioritaskan? Apakah kongres lebih penting daripada nyawa dan kesehatan anak-anak yang membutuhkan? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh manajemen rumah sakit.
Publikasi pengumuman di media sosial memang penting, tetapi sekadar memberitahukan tanpa memberikan solusi adalah bentuk pengabaian hak pasien. Kita berbicara tentang pelayanan kesehatan anak, di mana penanganan yang cepat dan tepat bisa menentukan hidup dan mati.
Dengan tidak adanya langkah mitigasi yang jelas, saya melihat ini sebagai potensi malpraktek administratif. Hak konstitusional masyarakat atas pelayanan kesehatan, yang diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, telah diabaikan. Jika ini terus terjadi, jangan heran jika masyarakat merasa diperlakukan tidak adil dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem kesehatan kita.
jika kita melihat lebih jauh, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan tegas mewajibkan setiap fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit, untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan. Ketiadaan dokter spesialis anak selama hampir seminggu tanpa solusi alternatif adalah bentuk pelanggaran atas amanat undang-undang tersebut. Apakah pihak rumah sakit tidak menyadari bahwa penundaan dalam penanganan medis terhadap anak bisa berdampak fatal?
Bahkan jika alasan ketidakhadiran adalah untuk meningkatkan kompetensi, hal ini tidak dapat menjadi pembenaran untuk menghentikan layanan yang krusial. Peningkatan kapasitas dokter adalah kebutuhan jangka panjang, hal itu juga penting, tetapi bagaimana dengan kebutuhan pasien yang mendesak saat ini? Bukankah tugas utama rumah sakit adalah menyelamatkan nyawa? RSUD harus ingat bahwa mereka bukan hanya institusi medis, tetapi juga bagian dari tanggung jawab publik yang diatur hukum.
Jika kejadian seperti ini dibiarkan tanpa evaluasi mendalam, bukan tidak mungkin masyarakat yang merasa dirugikan akan menempuh jalur hukum untuk mendapatkan keadilan. Sebagai praktisi hukum, saya tidak ragu mengatakan bahwa ini bisa membuka pintu bagi gugatan perdata atas dasar kelalaian pelayanan kesehatan. Mereka yang merasa dirugikan bisa saja mengajukan tuntutan dengan dasar Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum yang menyebabkan kerugian. Bahkan potensi pidana bisa dipertimbangkan, jika terbukti ada korban akibat dari ketidakhadiran pelayanan yang semestinya.
Perlu saya tegaskan kembali Kesehatan adalah hak asasi yang tidak bisa dikompromikan. Jika manajemen RSUD tidak bisa menjamin pelayanan dasar kesehatan yang terus berlanjut, maka mereka harus siap mempertanggungjawabkan kelalaian ini nantinya di hadapan hukum.
*Piss/Jar*




