Tanjungpinang – Air bersih masih menjadi barang mahal di Kota Tanjungpinang. Meski dikelilingi laut biru dan dikenal sebagai surga kuliner, kota pesisir ini kerap bergulat dengan air keruh, rasa payau, dan bau besi. Kandungan logam berat seperti besi (Fe) dan mangan (Mn) pun sering melampaui batas aman.
Masalah itu memantik inisiatif tiga dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang: Iwan Iskandar, Hevi Horiza, dan Mutia Yuhesti. Mereka meracik sistem filtrasi yang memadukan pasir silika, manganis, arang aktif, dan kitosan dari cangkang siput gonggong ikon kuliner Tanjungpinang yang biasanya menjadi limbah.
“Pasir silika untuk menyaring partikel, manganis mengikat logam, arang aktif menghilangkan bau, dan kitosan menggumpalkan partikel halus sekaligus mengikat logam berat,” kata Iwan kepada Media ini, Kamis (14/8/2025).
Dalam program pengabdian di Kampung Sidomulyo RT 02/RW 013, Kelurahan Batu Sembilan, Kecamatan Tanjungpinang Timur, mereka menyerahkan satu unit filter berkapasitas 1.050 liter lengkap dengan pipa saluran, kran, media filter, dan pelatihan perawatan. Mahasiswa pun ikut terjun, tidak hanya sekadar belajar teknologi, tapi juga berlatih berkomunikasi dan memberdayakan warga.
Bagi salah satu warga RT 002/RW 13 Kampung Sidomulyo bernama Sugeng, mengatakan bahwa hasilnya langsung terasa.
“Sekarang airnya bisa diminum dan untuk masak. Dulu harus beli galon,” ujarnya yang juga sebagai penerima manfaat.
Ia mengaku bantuan itu membuat hidupnya lebih ringan dan bantuan tersebut tidak hanya alat saja, tapi satu paket lengkap.
“Terima kasih banyak kepada Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang. Bantuan ini sangat berarti bagi kami,” pungkasnya.
Inovasi ini menjadi contoh bagaimana kearifan lokal berpadu dengan ilmu pengetahuan untuk menjawab masalah mendasar di daerah kepulauan. Dari limbah dapur, cangkang gonggong saat ini menjadi penyaring air kehidupan. (T.4z)




