Sumaterapost.co | Binjai – PT Samyu Bumi Persada (SBP) selaku agen resmi elpiji bersubsidi PT Pertamina (Persero) di Kota Binjai, Sumatera Utara, membantah melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pangkalan elpiji bersubsidi di bawah naungannya.
“Kami melihat ada persepsi yang salah dan harus kami luruskan. Sebab tudingan ini telah secara langsung membuat nama baik klien kami menjadi jelek di mata publik,” ucap Kuasa Hukum PT SBP, Julheri Sinaga SH, dari Law Office IMR and Associates, dalam keterangannya kepada wartawan di Kota Binjai, Jum’at, (31/12) sore.
Dikatakan Julheri, ada lebih dari 60 pangkalan elpiji bersubsidi yang diakomodir PT SBP. Dimana, setiap pangkalan memiliki kewajiban membuat laporan harian terkait hasil transaksi penjualannya, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy.
Menurutnya, laporan transaksi penjualan elpiji bersubsidi, termasuk fotocopy KTP pembeli, memang harus disiapkan dan dibuat sendiri setiap harinya oleh pengelola pangkalan, untuk selanjutnya diserahkan setiap bulan kepada PT SBP selaku agen dan diteruskan kembali kepada PT Pertamina (Persero).
Namun karena banyak pengelola pangkalan tidak memahami cara penyajian laporan dan dokumen tersebut karena harus diperbanyak hingga beberapa rangkap, alhasil mereka pun meminta PT SBP membantu proses penggandaan berkas dengan ketentuan yang telah disepakati bersama.
Sebab jika laporan harian hasil penjualan elpiji bersubsidi tidak dibuat oleh pengelola pangkalan, maka PT SBP akan melakukan pembinaan.
Dalam persoalan ini, kata Julheri, pengelola pangkalan akan menerima sanksi tidak lagi mendapat pasokan elpiji bersubsidi dan pemutusan hubungan usaha seperti yang tertera pada klausul perjanjian kerjasama dengan PT SBP selaku agen.
“Apabila hal ini sampai terjadi, tentunya bukan hanya pengelola pangkalan yang dirugikan akibat tidak lagi menerima pasokan, tetapi juga masyarakat miskin pengguna elpiji bersubsidi,” ujarnya, didampingi empat anggota Tim Kuasa Hukum PT SBP, yakni Muhammad Iqbal Sinaga, Muhammad Mahendra M Sinaga, Irwansyah Siregar dan M Harizal.
Mengenai proses penggandaan berkas administrasi, serta formulir laporan harian dan dokumen yang akan diisi pengelola pangkalan, diakui Julheri, ada biaya yang harus dibayar untuk fotocopy berkas, pembelian materai perjanjian kerjasama dan scan dokumen.
Hanya saja seluruh biaya itu tidak dibayarkan setiap hari atau setiap bulan, tetapi dibayarkan sekali untuk periode satu tahun. Besarannya pun disesuaikan dengan hasil penjualan elpiji bersubsidi dari masing-masing pangkalan.
“Besaran biayanya itu berbeda-beda antara satu pangkalan dengan pangkalan lain. Namun hitungannya itu hanya puluhan ribu rupiah saja untuk setiap bulan,” terang Julheri.
Pasalnya, semakin banyak transaksi penjualan elpiji bersubsidi, maka semakin banyak berkas yang dibutuhkan pengelola pangkalan untuk membuat laporan. Hal ini pula yang menyebabkan perbedaan besaran biaya penggandaan dan penyediaan berkas laporan.
“Sehingga tidak mengherankan, pangkalan dengan alokasi kuota elpiji kategori sedang, besaran biaya penggadaan berkas laporan hariannya itubjauh lebih kecil dibandingkan dengan pangkalan dengan alokasi kuota elpiji kategori besar,” sebutnya.
Secara khusus Julheri turut menyayangkan pemberitaan di sejumlah media massa yang terkesan menyudutkan PT SBP melakukan praktik pungli terhadap pangkalan elpiji bersubsidi di bawah naungannya.
Apalagi berita tersebut dibuat tanpa ada hasil konfirmasi langsung dengan Manajemen PT SBP. Ironisnya, banyak pula media massa yang kemudian menyadur uraian dalam berita itu.
“Kami tentunya siap menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang telah dengan sengaja menuduh dan mendiskreditkan PT SBP melakukan praktik pungli, tanpa disertai bukti-bukti yang otentik. Sebab kami menilai tindakan ini sudah sangat merugikan klien kami,” tukas Julheri.
Atas mencuatnya isu miring ini, dia pun mengakui, PT SBP telah mengeluarkan kebijakan untuk tidak lagi membantu penggandaan berkas laporan harian hasil transaksi penjualan elpiji bersubsidi dari pengelola pangkalan mulai Januari 2022 dan meminta pengelola pangkalan agar menyiapkan dan membuat sendiri seluruh berkas laporannya.
“Padahal klien kami mencatat, masih ada beberapa pangkalan justru menunggak pembayaran biaya penggandaan berkas laporan dan biaya penyediaan dokumen terkait lainnya,” jelas Julheri. (andi)




