Semarang, 25 Oktober 2025 — Di tengah gemuruh perayaan ulang tahun ke‑96, sebuah cobaan tak terduga menyambut Gedung Cagar Budaya Sobokartti di Jl. Dr. Cipto No. 31–33, Kota Semarang. Hujan deras yang mengguyur kota sejak beberapa hari memaksa lantai pendopo berarsitektur kolonial itu terendam air, mengganggu sebagian rangkaian acara dan menggugah kekhawatiran para penggiat seni di gedung bersejarah tersebut.
Untungnya perayaan yang semula dirancang meriah dengan pentas tari, musik dan kolaborasi seni tradisional berpadu modern sudah drencanakan digelar di Panggng yang di didirika di luar Gedng. Namun, air yang menggenangi tetapi mengganggu mobilitas persiapan acara. Para pengsi acara pemain wayang orang dan penari dandan di antara genangan air.
Ketua panitia HUT Sobokartti, Darmadi, mengatakan bahwa meski keadaan tak ideal, semangat tak surut. “Kami telah merencanakan acara selama berbulan‑bulan, namun alam mengingatkan bahwa juga kami harus menjaga gedung ini — bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk generasi mendatang,” ujarnya sambil menunjuk genangan air yang masih menggenangi bagian dalam gedung.
Gedung Sobokartti memang menyimpan riwayat panjang terkait masalah genangan air. Beberapa artikel mencatat bahwa bagian dalam gedung berada pada elevasi lebih rendah dibandingkan bangunan sekitarnya, yang membuatnya rentan “dikepung” air ketika hujan deras dan drainase meluap.
Pada momen HUT ke‑96 ini, banjir ringan tersebut menjadi lebih dari sekadar gangguan teknis — ia menjadi simbol perlunya perhatian lebih terhadap pelestarian warisan budaya. Gedung yang berdiri atas nama perkumpulan seni sejak era 1920‑an ini bukan hanya panggung pertunjukan, tetapi juga laboratorium budaya yang telah melihat generasi demi generasi berlalu.
Meski diguyur hujan dan genangan sempat terjadi, rangkaian acara tetap berjalan. Tarian pembuka oleh siswa sanggar mengikuti jadwal, karawitan sepuh mengisi malam, dan kolaborasi seni malam hari tetap berlangsung dengan antusias. Penonton tetap datang dengan payung dan selimut hujan sebagai saksi bahwa Seni di Semarang memang tak kenal kata mundur.
Di penghujung acara, panitia bersama pengurus gedung mengumumkan akan menginisiasi program revitalisasi drainase dan penguatan struktur gedung cagar budaya untuk mencegah genangan di masa mendatang. “HUT ke‑96 ini bukan hanya ulang tahun, tapi juga momentum introspeksi: bagaimana kita menjaga warisan agar tetap hidup dalam kondisi terbaik. Kami mengetuk stakeholder instansi terkait dengan peeliharaan gedung Cagar Budaya untuk tanggap, kalau tak ingin Sobkartti tnggal ceritam ” kata Darmadi sungguh-sungguh.
Genangan air menjelang malam penuh gelaran itu menjadi peringatan sekaligus tantangan: bahwa sebuah gedung yang menampung sejarah tak boleh hanya dikenang, tapi juga dijaga. Di bawah temaram lampu dan deru gamelan yang terdengar dari dalam, Gedung Sobokartti berdiri teguh—meski basah — sebagai simbol bahwa seni dan budaya tetap mengalir, walau tertiup angin hujan. (Christan Saputro)


