Sumaterapost.co, Pringsewu – Saat ini Kejaksaan RI melalui peraturan Jaksa Agung RI nomor 15 tahun 2020, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan jawaban atas keterbatasan undang-undang No 8 tahun 1981, tentang kitab hukum acara pidana yang pada era ini undang-undang tersebut tidak lagi dapat mengakomodir secara utuh nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat yang mendambakan hukum progresif dalam bingkai sistem Eropa continental.
“Konsep Restorative Justice merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban itu sendiri. Penegakan hukum pidana berdasarkan hukum acara yang dilakukan dengan sentuhan rasa humanis tersebut, Kejaksaan RI bukan hanya sekedar aparat penegak hukum, tapi juga sebagai penegak keadilan”, Hal ini disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu, Ade Indrawan, SH, melalui Kasi Intelejen I Kadek Dwi A. SH, MH, di kantor Kejari setempat, Selasa (21/3/2023).
Kasi Intelejen Kejari Pringsewu, I Kadek Dwi, memaparkan, Restoratif Justice yang dilakukan lembaganya,
telah melaksanakan penghentian 2 perkara berdasarkan keadilan restoratif justice, setelah tercapainya perdamaian antara korban dan pelaku yang diinisiasi serta adanya persetujuan untuk dilakukan penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, melalui sarana video conference pada Senin (20/03/23) yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh Kajari Pringsewu, atas perkara Penadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 ke-1 KUHP An Tersangka T dan perkara Pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP An. Tersangka RD.
Dijelaskan oleh Kasi Intelijen I Kadek Dwi A, SH., MH, bahwa pidana penadahan yang dilakukan oleh tersangka (T) tersebut terjadi di Pekon Pandansari Selatan, Kecamatan Sukoharjo yang merupakan rangkaian dari tindak pidana pencurian 3 ekor sapi ternak milik korban yang dilakukan oleh pelaku (P), yang mana setelah melakukan pencurian ternak tersebut, pada Minggu (15/01/23) sekira pukul 12.30 wib pelaku (P) melakukan kesepakatan dengan tersangka (T) untuk menukarkan 3 ekor sapi curian yang diakui adalah milik pelaku (P) dengan 1 ekor sapi milik tersangka (T) ditambah dengan uang sejumlah 11,5 juta rupiah.
“keesokan harinya, pada saat dilakukan transaksi atas kesepakatan tersebut muncul kecurigaan dari tersangka (T) bahwa 3 ekor sapi milik pelaku (P) merupakan hasil kejahatan. Hal ini karena penyerahan 3 ekor sapi oleh pelaku (P) dilakukan disebuah peladangan dan bukan di kandang sapi milik pelaku (P) yang lazim dilakukan dalam proses jual beli ternak sapi. Meskipun demikian tersangka (T) tetap melakukan proses jual beli sapi tersebut”, ungkapnya.
Sedangkan untuk kronologi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh tersangka (RD), Kadek menjelaskan bahwa, berawal pada Jumat (13/01/23) sekira pukul 20.45 WIB, bertempat di Hombes ATP (Gudang) Pringsewu Lampung di Pekon Tambahrejo Kec. Gadingrejo Kab. Pringsewu, tersangka (RD) melakukan pencurian berupa 1 (satu) buah gulungan kabel type ADSS-SS-100M-24B1.3 dengan panjang kurang lebih 3.000 meter milik PT. IFORTE yang bernilai kurang lebih 18 juta rupiah.
“Pencurian kabel oleh Tersangka (RD) yang bekerja sebagai buruh harian tersebut dilakukan setelah adanya perintah dari ANDI (DPO) dan RAWAN (DPO) yang keduanya merupakan pegawai di PT. TKM (bidang kabel), yang mengetahui adanya kabel tersebut di gudang milik PT. IFORTE dengan upah yang diberikan oleh kedua orang DPO tersebut kepada tersangka (RD) sebesar 300 ribu rupiah”, paparnya.
Kadek menambahkan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorasi (restoratif justice) terhadap 2 perkara pidana tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Kejaksaan RI No. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan korban telah memaafkan perbuatan tersangka serta bersedia melakukan kesepekatan perdamaian tanpa syarat apapun. (andoyo)




