Bandar Lampung – Rizqon Agustia Fasha menegaskan sebagai seorang sineas, selalu percaya bahwa film memiliki kekuatan lebih dari sekadar hiburan. Film bisa menjadi alat untuk menyuarakan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mungkin terpinggirkan dalam arus globalisasi yang semakin deras. “Rindu Arini” adalah manifestasi dari kegelisahannya terhadap kepunahan bahasa daerah, khususnya bahasa Lampung.
Dalam proses kreatif film dirinya ingin menghadirkan sebuah kisah yang dekat dengan kehidupan masyarakat Lampung—sebuah cerita yang sederhana, tetapi memiliki makna mendalam. Arini, tokoh utama dalam film ini, adalah simbol dari banyak anak di luar sana yang harus berjuang menghadapi keterbatasan, tetapi tetap memelihara harapan.
“Melalui perjalanannya bersama Abah Musa, saya ingin menampilkan kehangatan nilai-nilai lokal seperti gotong royong, keikhlasan, dan keteguhan hati, yang semakin jarang kita temui dalam kehidupan modern,” terang Rizqon.
Sedangkan alasannya, memilih untuk menggunakan bahasa Lampung di lebih dari separuh film, bukanlah keputusan yang mudah, tetapi Rizqon yakin ini adalah langkah yang perlu diambil. Saya ingin penonton—baik yang berasal dari Lampung maupun dari luar daerah—merasakan keindahan dan kedalaman bahasa ini. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga identitas.
“Ketika bahasa mati, kita kehilangan lebih dari sekadar kata-kata; kita kehilangan sejarah, kebijaksanaan, dan cara pandang hidup yang telah diwariskan dari generasi ke generasi,” ujar Rizqon mengingatkan.
Proses produksi film ini menjadi perjalanan yang sangat berkesan baginya dan tim. Kami bekerja dengan penuh semangat untuk menghadirkan visual yang autentik dan menggambarkan keindahan kehidupan sehari-hari di Lampung. Rizqon juga sangat bersyukur bisa bekerja sama dengan para aktor berbakat seperti Humaidi Abas dan Adzkia Ayuandira, serta didukung oleh banyak pihak yang memiliki kepedulian terhadap budaya daerah.
Harapan nya, “Rindu Arini” bisa menjadi lebih dari sekadar tontonan—dia ingin film ini menjadi bagian dari gerakan pelestarian bahasa dan budaya Lampung.
Dirinya ingin anak-anak muda Lampung menonton film ini dan merasa bangga berbicara dalam bahasa mereka sendiri.
“Saya ingin masyarakat luas melihat bahwa bahasa daerah bukan sesuatu yang kuno atau ketinggalan zaman, tetapi justru bagian dari kekayaan yang harus kita rawat bersama,” ujar Rizqon serius.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung film ini. Dia berharap “Rindu Arini” bisa menginspirasi banyak orang dan menjadi langkah kecil untuk menjaga keberlanjutan bahasa Lampung bagi generasi mendatang.
Tentang Rumah Produksi Genia Visinema
Genia Visinema adalah rumah produksi yang berkomitmen untuk menghadirkan film-film berkualitas dengan muatan budaya lokal yang kuat. Film-film yan telah diproduksi diantaranya Ayudia dan Jalan Pulangnya, Sukmailang, Hikayat Pendekar Khakot, dan Patok Tenda Raimuna. Dengan pengalaman dalam industri kreatif, Genia Visinema terus berupaya menghadirkan karya-karya yang tidak hanya menghibur tetapi juga memiliki nilai edukatif dan sosial yang tinggi. (Christian Saputro)