Bandar Lampung — Proses seleksi Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) jenjang SD, SMP, MI, dan MTs tingkat Provinsi Lampung tahun 2025 menuai sorotan publik. Sejumlah pihak mempertanyakan kejelasan aturan dan transparansi pelaksanaan, terutama terkait metode seleksi daring serta klaim bahwa proses seleksi sepenuhnya diserahkan kepada pihak penyelenggara non-pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amrico, membenarkan bahwa pelaksanaan O2SN tahun ini menggunakan sistem seleksi daring atau pengiriman video. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini mengacu pada aturan resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Benar, tahun ini seleksi dilakukan secara daring. Ini sesuai dengan pedoman dari kementerian, apalagi saat ini kita sedang menghadapi keterbatasan anggaran atau defisit. Jadi, pendekatan ini merupakan langkah efisiensi yang kami ambil,” ujar Thomas saat dikonfirmasi, Senin (28/7/2025).
Namun, publik kini mempertanyakan transparansi seleksi tersebut. Muncul pernyataan dari pihak penyelenggara yang mengklaim bahwa pelaksanaan seleksi tingkat provinsi sepenuhnya berada di tangan mereka. Terkait hal ini, Thomas menegaskan bahwa pelaksanaan tetap berada dalam koridor aturan resmi.
“Klaim seperti itu harus dilihat dengan hati-hati. Sesuai prosedur dan regulasi resmi, pelaksanaan tetap berada dalam pengawasan dinas, mengacu pada juknis dan juklak dari kementerian. Penunjukan pihak ketiga pun harus melalui prosedur yang jelas dan akuntabel,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pelibatan organisasi atau perguruan bela diri yang berkompeten tetap menjadi bagian penting dalam seleksi cabang olahraga bela diri seperti pencak silat, karate, dan taekwondo.
“Dalam pedoman O2SN, sudah diatur jelas bahwa organisasi atau perguruan bela diri wajib dilibatkan, terutama dalam penentuan juri. Hal ini sudah tertuang dalam petunjuk teknis dari kementerian, agar seleksi berjalan dengan objektif dan profesional,” paparnya.
Ia juga mengakui bahwa apabila seleksi justru dijalankan oleh pihak yang tidak memiliki kompetensi di bidang olahraga, maka ada potensi risiko dalam penilaian.
“Tentu kami menyadari kekhawatiran publik. Karena itu, kami akan mengawasi dengan maksimal agar tidak ada pengondisian hasil ataupun kecurangan dalam seleksi,” tegasnya.
Meski metode seleksi secara daring menuai kritik karena dinilai kurang transparan, Thomas menjelaskan bahwa keputusan tersebut murni karena keterbatasan anggaran. Namun pihaknya memastikan bahwa sistem penilaian tetap objektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami terbuka terhadap kritik dan saran. Ke depan, bila kondisi keuangan memungkinkan, tentu seleksi secara langsung akan lebih ideal. Untuk sekarang, kami mohon pengertian semua pihak,” pungkasnya.
Dengan berbagai sorotan ini, publik menantikan langkah konkret dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk memastikan bahwa seleksi O2SN tetap menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan menjaring talenta terbaik dari para siswa di Bumi Ruwa Jurai. (Yusmu).