Oleh Christian Heru Cahyo Saputro, Jurnalis penyuka jalan-jalan melaporkan on the spot dari puncak Gunung Gajah Telomoyo
Pagi itu, mentari baru saja menyingkap selimut kabut di lereng Telomoyo. Dari Puncak Gunung Gajah, panorama Rawa Pening terbentang laksana cermin raksasa, memantulkan langit biru yang perlahan cerah. Dari kejauhan, kota Salatiga tampak tenang, sementara hamparan hijau Kabupaten Semarang mengelilinginya seperti permadani alam.
Suasana begitu syahdu, namun penuh semarak. Puluhan perupa dari Yogyakarta, Solo, Boyolali, Ambarawa, Salatiga, hingga Semarang, berkumpul dengan kanvas, pensil, dan cat di tangan.
Mereka duduk di atas bebatuan, berpayungkan langit, menorehkan garis demi garis yang merekam keindahan Gunung Gajah. Inilah On The Spot Painting/Sketching, sebuah perayaan seni yang menjadi bagian dari Telomoyo Fest 2025, sekaligus memeriahkan ajang Panglima TNI & Telomoyo Cup IX.
Di sela hiruk-pikuk lomba paralayang yang menari di udara dan derap kaki para pelari gunung, hadir pula keheningan yang hanya bisa lahir dari pertemuan seniman dengan alam. Setiap sapuan kuas seakan menjadi doa, agar keelokan Telomoyo tak sekadar singgah di mata, tetapi juga abadi dalam karya.
Haryo Yudiantoro, Ketua Telomoyo Fest, menyebut kegiatan ini bukan hanya pesta seni, tetapi juga strategi promosi wisata berbasis budaya. “Keindahan Gunung Gajah bisa dikenang dan disebarluaskan lebih luas lagi melalui karya para perupa,” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Gunung Gajah sendiri memang menyimpan daya tarik unik. Terletak di timur Telomoyo, di Desa Nogosaren, Getasan, Semarang, gunung setinggi 1.300 mdpl ini menjadi salah satu spot terbaik menyaksikan Rawa Pening dari ketinggian. Jalurnya bisa ditempuh dengan sepeda motor, membuat perjalanan terasa akrab dan bersahabat. Meski tak menjulang setinggi Telomoyo, justru dari sinilah wajah Rawa Pening tampak lebih jelas dan menawan.
Ratna Sawitri, Ketua Semarang Sketchwalk, menyebut pengalaman melukis di Gunung Gajah sebagai sesuatu yang segar dan penuh energi. “Ini adalah sinergi antara seni dan alam. Bagi kami, melukis di ruang terbuka seperti ini memberi sensasi yang berbeda, sekaligus memperkenalkan kekayaan visual Telomoyo kepada masyarakat luas,” katanya penuh semangat.
Bagi wisatawan, Telomoyo Fest adalah panggung perayaan budaya, seni, sekaligus petualangan. Bagi para perupa, puncak Gunung Gajah menjadi studio alam yang tak pernah habis menawarkan inspirasi. Dan bagi Gunung Gajah sendiri, ini adalah caranya berbicara: mengundang manusia untuk berhenti sejenak, menatap, meresapi, lalu mengabadikan keindahannya.
Di akhir hari, ketika matahari perlahan turun ke barat, Rawa Pening kembali berkilau keemasan. Para seniman berkemas, tetapi karya mereka akan terus bercerita—tentang sebuah gunung yang sederhana, namun menyimpan pesona tiada tara.
Simak juga catatan tentang keelokan Gunung Gajah dalam sebingkai puisi berikut ini :
Telomoyo, Langit yang Ditulis dengan Rindu
Oleh Christian Heru Cahyo Saputro
Sebuah pagi merangkah siang,
di kaki Gunung Gajah yang diam-diam menua dalam cahaya,
jejak-jejak manusia menyulam makna
di antara kabut yang mengusap pundak dan angin yang bersajak lirih.
Di sana, langit bukan sekadar atap biru
tapi jendela tempat harap-harap lama dilepas tanpa dendam.
Rawa Pening terhampar seperti cermin purba,
memantulkan segala gelisah yang telah lama mengendap
di dasar hati yang tak kunjung reda.
Para pejalan—bukan petualang biasa,
mereka menatap tanpa gentar
ke arah landasan paralayang
bukan untuk menantang ketinggian,
melainkan untuk mengakrabi semesta
dengan keberanian yang lahir dari sunyi dan cinta.
Mereka melayang,
seperti puisi yang lupa ditulis,
seperti doa yang tercekat di ujung lidah langit.
Dan di balik lengkung angin,
puluhan tangan menggurat kisah di atas kanvas,
melukis bukan dengan cat semata,
tetapi dengan rindu yang tak pernah selesai.
Inilah sejarah yang tak dicetak dalam buku,
tapi dilukis dalam benak para saksi:
warna, cahaya, degup jantung,
dan harapan yang dibiarkan tumbuh di udara.
Sebab pagi itu di Telomoyo,
bukan tentang menaklukkan alam,
melainkan menyatu dengannya—
seperti kekasih yang tak lagi butuh kata,
cukup duduk berdampingan,
dan menatap langit yang perlahan membuka
rahasia-rahasia terdalamnya.
Sebuah siang , Gunung Gajah Telomoyo, 07 Agustus 2025




