Semarang – Pelukis Cum Penyair Sitok Srengenge menggelar pameran tunggalnya bertajuk : “Silent Poetry”. Helat pameran tunggal ketiga Sitok Srengenge ini ditaja di TAN Artspace, Jalan Papandayan 11 Semarang.
Gelaran pameran yang dibuka Pemimpin Redaksi SKH Suara Merdeka, Triyanto Triwikromo, Jumat (23/12/2022) akan berlangsung hingga 8 Januari 2023.

Para apresian lukisan bisa menikmati keindahan 17 karya lukisan berukuran besar dan kecil karya Sitok Srengenge dengan corak abstrak. Sedangkan tema lukisan beragam, ada tentang cinta, kemanusian, lingkungan, sosial dan lainnya. Melihat pameran “Siletn Poetry” menikmati keindahan visual yang memesona sekaligus menyerap puisi-puisi disebaliknya yang penuh makna.
Sitok Srengenge pelukis kelahiran Desa Dorolegi, Godong, Grobogan, Jawa Tengah pada tanggal 22 Agustus 1965 ini memang dikenal sebagai penyair dan teaterawan. Tetapi beberapa tahun belakangan menggeluti dunia seni rupa dengan inten melukis. Bahkan pameran “Silent Poetry” ini merupakan pameran tunggalnya kali ketiga.
Kota Semarang menjadi pilihan tempatnya berpameran, pasalnya, Kota Lumpia ini punya arti dan bagian penting bagi perjalanan hidup Sitok Srengenge. Saat masa remaja Sitok sempat tinggal di Kota Semarang menempuh pendidikan di SMA Negeri 1.
“Kota Semarang punya arti khusus bagi saya. Selain saya menempuh pendidikan saya juga banyak belajar dunia kesenian di sini. Itulah sebabnya saya menggelar pameran, ” ujar Sitok yang kini bermukim di Yogyakarta.
Lukisan Itu Puisi
Bagi Sitok lukisan itu puisi. Itulah yang menjadi alasannya mengapa pamerannya bertajuk : “Silent Poetry” yang punya makna puisi sunyi. Sitok mengaku, tema itu terinpirasi dari filosof Yunani Plutarchus (Lucius Mestrius Plutarchus) .
“Painting is silent poetry, and poetry is painting that speaks. Lukisan adalah puisi diam, dan puisi adalah lukisan yang berbicara,” ujar Sitok mengutip ujaran Plutarchus saat disoal tema pamerannya.
Tetapi yang terjadi, lanjut Sitok, setiap penikmat atau apresiasin masih banyak kalau melihat karya lukisan bertanya apa makna dari lukisan itu kepada pelukisnya. Padahal setiap penikmat bisa bebas untuk mengejar makna yang ada pada lukisan itu. Bisa jadi ini yang menjadi salah satu alasan Sitok tidak membuat katalog dalam pamerannya kali ini. Memberi kebebasan imaji apresian untuk meneroka karya-karyanya.
Sitok juga ingin membuktikan melalui karya-karya lukisannya yang ditaja dalam ini di dalam karya rupa yang visual itu ada nuansa puitis. Sitok juga mengakui melukis berawal dari penggalan puisi.
“Saya melukis terkadang berangkat dari penggalan puisi yang punya imaji-imaji yang cukup kuat, sehingga ada dorongan visual yang saya coba tampilkan dalam karya seni rupa. Maka dalam lukisan saya menggabungkan antara puisi dan lukisan,” ujar Sitok.
Hal senada juga diungkap Triyanto Triwikromo, karya lukisan yang baik itu juga puitis. Dalam lukisan-lukisan Sitok jelas terlihat ada jejak-jejak puisi. Jadi antara puisi dan lukisan sudah menyatu sedemikian rupa.
“Biasanya penyair mempresentasikan kata-katanya, tetapi kali ini kita mendapatkan dua-duanya. Lukisan sekaligus puisi, kita juga mendapatkan puisi sekaligus lukisan. Bisa dibolak balik,” ujar Pimred SKH Suara Merdeka Triyanto yang juga dikenal sebagai sastrawan . (Christian Saputro)




