Semarang – HAE Theater Semarang tampil menggebrak dengan mengusung lakon : “Pagi yang Merepotkan”. Pagelaran teater yang melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Iswar Aminuddin ini disutradarai Khotibul Umam ini ditaja di Gedung Pertunjukan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Sabtu (26/05/24).
Dalam pertunjukan teater yang mengusung genre psikodrana ini sutradara mendhapuk Iswar Aminuddin menjadi actor sebagai pemran pelatih tinju.
Iswar mengaku sangat menikmati perannya, dia nampak sebagai instruktur mahir memotivasi. Dia mengaku hanya ikut latihan selama empat kali. “Partisipasinya merupakan dukungannya terhadap dunia seni sekaligus pemberian ruang bagi para seniman untuk berkarya. Pertunjukan teater ini merupakan bukti kalau Pemkot hadir memberikan ruang bagi seniman untuk berkarya,” ujar Iswar usai pentas.
Ke depan, lanjut Iswar, pementasan teater seperti ini harus terus digalakkan. Apalagi nampak antisiasme penonton menyaksikan pertunjukan ini.
Sementara itu, sutradara Khotibul Umam membeberkan, sajian teater ini digarap dengan konsep pendekatan psikodrama, dan drama therapy.
Menurut Dosen Sastra Indonesia Universitas Diponegoro (Undip) ini konsep psikodrama telah muncul sejak 1920-an. Diinisiasi oleh Jacob Levy Moreno melakukan eksperimen teater berdasarkan spontanitas dan improvisasi di klinik psikiatri miliknya di New York. Sementara dokumentasi awal munculnya drama theraphy adalah ceramah Peter Slade pada 1939 kepada British Medical Association.
“Drama therapy memfasilitasi perubahan melalui proses drama, terapi ini menggunakan potensi drama untuk merefleksikan dan mengubah pengalaman hidup si aktor, pasien atau klien untuk dapat mengkespresikan dan mengatasi masalah-masalahnya,” terang Umam.
Lebih lanjut, Umam, membeberkan, proses kreatifnya lahirnya kisah “Pagi yang Merepotkan”. Proses awalnya, lanjt Umam, adalah membuat Salma merefleksikan kisah hidupnya dalam tulisan. Mulai dari catatan harian, puisi, hingga coretan-coretan lainnya. Berbagai tulisan itu kami kumpulkan untuk menjadi teks pertunjukan.
Salah satu yang harus digarisbawahi dalam penggarapan ini adalah menjadikan proses sebagai sebuah “ruang aman” bagi Salma dan seluruh tim produksi.
“Jangan sampai proses ini menjadi pemicu munculnya trauma masa lalu. Syukur-syukur malah menjadi wahana rekonsiliasi terhadap luka. Lahir dan batin,” tandas Umam.
Sementara itu, Ketua HAE Theater, Ahmad Khoirul Asyhar, mengatakan pementasan teater ini selain membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak dan individu, pertunjukan ini juga ingin mengobarkan api kesenian teater di Kota Semarang. Pasalnya eksistensi komunitas teater profesional dan teater kampung di Kota Semarang tidak banyak.
Selama ini, lanjutnya, ggeliat pertunjukan seni teater banyak diisi oleh kelompok atau komunitas teater kampus dan pelajar. Pertunjukan ini diharapkan menjadi pemantik kelompok teater bisa menggunakan gedung baru TBRSyang lumayan representatif ini.
“Semoga ke depan lebih banyak kelompok teater yang bisa memanfaatkan gedung ini dan kembali meramaikan TBRS. Kita akan lihat bersama bagaimana fasilitas baru ini nantinya akan digunakan untuk pertunjukan teater,” tutup Ahmad Khoirul Asyhar. (Christian Saputro)




