Dr. Hasbullah, M. Pd. I
Peserta Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional Angkatan 1 2025 di Semarang
Sumaterapost.co | Pringsewu – Haji bukan sekadar perjalanan fisik ke Tanah Suci, ia adalah perjalanan spiritual, sosial, dan peradaban. Ibadah ini merangkum dimensi ritual yang sakral, perputaran ekonomi yang sangat besar, dan transformasi peradaban yang dapat memengaruhi kondisi bangsa. Maka dari itu, gagasan Tri Sukses Haji menjadi penting untuk terus digaungkan.
Tri Sukses tersebut yaitu sukses ritual haji, sukses ekosistem ekonomi haji, dan sukses peradaban serta keadaban. Ketiga dimensi ini saling terkait, saling menguatkan, dan menjadi fondasi bagi kemabruran secara personal maupun kemaslahatan sosial yang lebih luas.
Satu, Sukses Ritual Haji.
Dimensi pertama dari Tri Sukses Haji adalah kesuksesan menjalankan ritual ibadah dengan benar, khusyuk, dan sesuai tuntunan syariat. Banyak orang melihat haji sebagai perjalanan fisik yang melelahkan, tetapi ia sesungguhnya lebih dari itu: haji adalah tajdid ruhani, pembaruan jiwa. Kesuksesan ritual bukan sekadar kemampuan menyelesaikan rangkaian manasik thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit, melontar jumrah, dan tahallul tetapi bagaimana rangkaian itu menyentuh kesadaran terdalam manusia sebagai hamba.
Sukses ritual haji juga berarti hadirnya pemahaman yang benar atas makna setiap prosesi. Thawaf bukan hanya mengelilingi Ka’bah, tetapi menandai pusat orientasi hidup seorang Muslim. Sa’i bukan sekadar perjalanan antara Shafa dan Marwah, tetapi cermin kesungguhan dan keteguhan seorang ibu bernama Hajar dalam memperjuangkan kehidupan. Wukuf bukan hanya berhenti di Arafah, tetapi berhenti sejenak untuk melihat diri sendiri, menghitung ulang arah hidup, dan memperbarui komitmen kepada Allah.
Oleh karena itu, sebelum berangkat ke Tanah Suci, calon jamaah perlu dipersiapkan dengan pendidikan manasik yang holistik: bukan hanya teknis gerakan, tetapi juga dimensi spiritual, etika, adab, dan kesiapan mental. Ritual yang benar dan bermakna akan menjadi landasan utama bagi seorang haji memperoleh predikat mabrur yaitu ibadah yang diterima dan memiliki dampak sosial bagi lingkungannya.
Kesuksesan ritual juga ditentukan oleh sikap jamaah selama berada di Indonesia. Kerapian administrasi, disiplin manasik, kesabaran dalam pelayanan, saling menghormati, dan kesiapan fisik yang baik menjadi bagian penting dari proses. Jamaah haji bukan hanya duta agama, tetapi juga duta bangsa. Keluhuran akhlak, kedisiplinan, kebersihan, ketertiban, dan keramahan selama haji merupakan ritual yang tak tertulis, namun berdampak besar terhadap nilai ibadah itu sendiri.
Haji bukan sekadar perjalanan ibadah; ia adalah pemurnian jiwa, penyegaran komitmen kepada Allah, dan penegasan kembali identitas spiritual seorang Muslim. Jika ritual dilakukan dengan benar, ia akan menjadi fondasi bagi dua dimensi lainnya dalam Tri Sukses Haji.
Kedua, Sukses Ekosistem Ekonomi Haji.
Dimensi kedua Tri Sukses Haji adalah kesuksesan dalam ekosistem ekonomi. Haji adalah salah satu aktivitas ekonomi terbesar umat Islam. Jutaan jamaah dari seluruh dunia datang ke Tanah Suci setiap tahun, membawa potensi ekonomi yang bernilai triliunan rupiah. Dari akomodasi, konsumsi, transportasi, logistik, perbankan syariah, asuransi, hingga oleh-oleh; semuanya merupakan bagian dari ekosistem ekonomi yang sangat luas.
Indonesia sebagai negara dengan jamaah haji terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk memperkuat kemandirian ekonomi umat melalui sektor ini. Namun, peluang besar itu membutuhkan tata kelola yang profesional, transparan, dan berpihak pada kepentingan jamaah serta pemberdayaan ekonomi nasional.
Pertama, keberhasilan ekosistem ekonomi haji ditentukan oleh kemandirian pelayanan domestik. Mulai dari penyediaan makanan bagi jamaah, pengelolaan kesehatan, transportasi, hingga manajemen keuangan, semuanya dapat dikembangkan melalui kerja sama antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, serta sektor swasta nasional. Jika banyak sektor ini dikelola secara profesional di dalam negeri, nilai ekonominya akan mengalir kembali kepada masyarakat Indonesia, bukan hanya keluar negeri.
Kedua, edukasi keuangan jamaah haji juga menjadi bagian penting. Jamaah harus memahami pengelolaan dana haji yang transparan, prinsip syariah dalam penyimpanan biaya, serta tata kelola setoran dan manfaat keuangannya. Penguatan literasi keuangan syariah bagi calon jamaah akan membantu menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat, berdaya saing, dan stabil.
Ketiga, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mendukung kebutuhan jamaah dan keluarga haji dapat menjadi penggerak ekonomi lokal. Produk-produk halal, suvenir, makanan kering, pakaian ihram, hingga layanan tur religi dapat menjadi rantai nilai yang melibatkan banyak pihak. Ekosistem ini harus didukung dengan pelatihan, pembiayaan syariah, serta pasar yang terintegrasi.
Keempat, teknologi menjadi elemen penting dalam modernisasi ekonomi haji. Digitalisasi administrasi, transparansi manajemen dana, sistem kesehatan digital, serta layanan perjalanan berbasis aplikasi akan meningkatkan efisiensi dan kepercayaan publik. Teknologi juga mampu menjembatani komunikasi antara jamaah, pemerintah, penyedia layanan, dan keluarga di tanah air.
Sukses ekonomi haji bukan berarti mematerialkan ibadah, melainkan memastikan bahwa pengelolaan ekonomi haji mampu memberikan manfaat, keberlanjutan, dan pemberdayaan bagi jamaah dan masyarakat luas. Dengan ekonomi yang kokoh dan profesional, pelayanan kepada jamaah dapat semakin baik, biaya semakin transparan, dan dampak ekonominya dirasakan oleh umat.
Ketiga, Sukses Peradaban dan Keadaban.
Dimensi ketiga Tri Sukses Haji adalah sukses peradaban dan keadaban. Inilah puncak dari seluruh proses. Haji yang sukses bukan hanya haji yang sah secara syariat atau menggerakkan ekonomi, tetapi haji yang mampu menghadirkan perubahan nyata dalam kehidupan sosial, budaya, dan peradaban bangsa.
Haji sesungguhnya adalah ritus peradaban. Di sana, jutaan manusia berkumpul tanpa memandang warna kulit, bahasa, bangsa, status sosial, maupun budaya. Mereka menyatu dalam satu pakaian, satu arah, satu tujuan, dan satu kesadaran: bahwa manusia sama di hadapan Tuhan. Kesadaran inilah yang harus dibawa pulang oleh setiap jamaah haji.
Sukses peradaban berarti haji melahirkan pribadi yang lebih beradab, masyarakat yang lebih toleran, dan bangsa yang lebih berkemajuan. Jamaah haji yang mabrur akan membawa pulang nilai-nilai universal Islam seperti kejujuran, disiplin, kasih sayang, gotong royong, serta kepedulian sosial. Mereka menjadi agent of change yang mampu menciptakan suasana kehidupan yang lebih damai, tertib, dan bermartabat.
Di tingkat masyarakat, kehadiran para haji yang mabrur seharusnya menjadi energi positif bagi lingkungan mereka. Mereka dapat menjadi penggerak pengajian, pembinaan keagamaan, pendamping keluarga, penguatan karakter anak muda, hingga penggerak ekonomi umat. Haji bukan hanya pengalaman pribadi, ia adalah modal sosial yang besar.
Di tingkat bangsa, haji mampu memperkuat citra positif Indonesia di mata dunia. Jamaah yang tertib, ramah, berdisiplin, dan berperilaku mulia adalah representasi karakter bangsa. Citra ini sangat penting dalam membangun peradaban global yang damai, modern, dan humanis.
Lebih jauh, sukses keadaban berarti pemanfaatan momen haji untuk memperkuat solidaritas nasional. Ketika masyarakat melihat suasana haji yang penuh kedamaian, mereka dapat meneladani nilai-nilai kebersamaan itu dalam kehidupan politik, sosial, dan budaya. Semangat Arafah harus menjadi semangat Indonesia: semangat persatuan, kesetaraan, dan kepedulian.
Peradaban besar selalu lahir dari nilai-nilai yang kuat. Haji memberikan nilai-nilai yaitu kesabaran, kesungguhan, kedisiplinan, kepatuhan, dan orientasi kepada kebaikan semesta. Jika nilai-nilai ini diinternalisasi secara kolektif, maka kita tidak hanya meraih sukses ritual dan ekonomi, tetapi juga sukses membangun peradaban bangsa yang maju dan bermartabat.
Oleh karena itu, Tri Sukses Haji bukan sekadar slogan. Ia adalah strategi besar untuk membangun jamaah haji yang mabrur, masyarakat Indonesia yang berdaya, dan bangsa yang berperadaban. Ketiga dimensi ini harus berjalan seirin dengan ritual yang benar, ekonomi yang kuat, dan peradaban yang memuliakan manusia.
Jika sukses ritual menghasilkan pribadi yang bersih dan ikhlas, maka sukses ekonomi menghasilkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera, dan sukses peradaban menghasilkan bangsa yang maju serta bermartabat. Inilah cita-cita besar yang harus dibangun melalui haji.
Haji bukan akhir, tetapi awal. Ia bukan sekadar perjalanan ibadah, tetapi perjalanan peradaban. Semoga Tri Sukses Haji menjadi kompas moral dan strategis bagi kita semua dalam membangun umat dan bangsa Indoensia yang lebih baik. Semoga kehadiran para haji membawa keberkahan, memperkuat solidaritas sosial, menumbuhkan kemandirian ekonomi, dan menyemai karakter bangsa yang berkemajuan.(ndy).




