Semarang – Pandemi tak berati kreativitas dan panggung kesenian mandek. Buktinya, Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Semarang (Unnes) justru menggelar pameran seni lukis cat air berskala Internasional bertajuk : “SIAPFEST 2021”. Gelaran SIAPFEST 2021 yang berupa ajang Semarang International Aquarelle Painting Festival dan Lomba Lukis Cat Air bagi pelajar dan mahasiswa se-Indonesia ini dilaksanakan dalam rangka memarakkan Bulan Bahasa 2021.
Pameran dalam format virtual ini tak kurang diikuti 80 peserta yang tak hanya berasal dari Indonesia tetapi dari berbagai negara. Tak kurang 200 karya yang terselekse ditayangn dalam pameran virtual yang berlangsung dari 9 oktober – 19 Oktober 2021.

Penyelenggaraan pameran lukis cat air Siapfest 2021 ini tentu akan sangat banyak mendorong masyarakat untuk menggemari, berkreasi, dan mengapresiasi lukis cat air yang kurang populer di Indonesia.
Indentitas, Tema yang Mencair
Kuraror Pameran Aryo Sunaryo mengatakan, pameran yang mengusung tajuk : “Indentity” ini direspon para peserta dengan mewujudkan dalam berbagai bentuk lukisan. Pesketsa yang juga mantan dosen Sin Rupa ini memaparkan, “Indentity” sebagai sebuah tema pameran, dapat saja dipersepsi secara longgar.
“Sebab identitas itu bisa menyangkut perihal yang luas, dari soal alam lingkungan geografis, lingkungan sosial dan budaya, etnik, kelompok masyarakat, hingga perorangan,” ujar Aryo penulis sejumlah buku seni rupa dalam catatan kuratorialnya.
Aryo juga menyebutkan dari sisi karya lukis cat air, identitas dapat bertalian dengan subyek lukisan, teknik penggarapan, komposisi dan pilihan warna, hingga sikap pelukisnya dalam menghadapi fenomena di lingkungannya.
“Musabab ituitu karya-karya dalam pameran ini sangat beragam bergantung persepsi peserta dalam menangkap tema identitas. Efek transparan, kecerahan warna, warna yang bercampur mengabur, merembes, dan menjalar-mengembangnya sapuan-sapuan warna cat air dalam teknik wet into wet, menghasilkan karakteristik lukis cat air yang tidak dimiliki oleh medium lain. Efek demikian itu banyak disukai para pelukis cat air terutama dalam mengeksplorasi nilai estetis karyanya,” terang Aryo yang baru meluncurkan karyanya tentang Wayang Beber.
Lebih lanjut Aryo memaparkan, obyek lanskap, baik berupa pemandangan alam maupun pemandangan perkotaan, sosok dan potret, arsitektur, atau obyek kasat mata lainnya mendominasi pada pameran ini dalam teknik aquarelle yang menawan. “Negara tetangga antara lain India, Thailand, Myanmar, atau Vietnam banyak memiliki pelukis-pelukis cat air berkelas.
Lukisan on the spot yang representatif dalam ungkapan realistik, impresionistik, ekspresivistik, hingga abstraksi dari obyeknya, sejumlah di antaranya tampil memukau. Beberapa di antaranya terdapat kecenderungan ungkapan obyek-obyek imajinatif, dan ada pula yang digarap secara lebih dekoratif menggunakan teknik wet on dry,” beber Aryo.
Aryo mencontohkan, lukisan “Bank of the River” 2017 karya Mimo Mondal dari Georgia atau “Lagoon” 2019 karya Susan Sumenick asal Amerika, menunjukkan karakteristik lukis cat air yang menawan dengan memanfaatkan sifat hidrolis sapuan cat encer yang meleleh-mengalir-mengembang-menjalar untuk menyatakan langit dalam suasana mendung atau hujan.
Atau simak karya “Looking Forward” 2019 lukisan Christopher Reid dari Afrika Selatan, terlihat sangat terampil mengendalikan dan menggarap lukisan wajah secara close-up sehingga tampil sangat realistik. Berbeda lagi dengan Missher Anastasova asal Bulgaria dalam karyanya “Flower for Granny, 2021 yang dengan karakter kuat.
“Anastasova memilih bentuk yang esensial sederhana, melalui goresan cergas ekspresif dalam melukiskan bunga dan vas, dan pendekatan ini berbeda dengan “Pink Rose” karya Azis Lukis dari Indonesia dengan lukisan bunga mawar yang digarap rinci mengejar bentuk realistis,” jelas Aryo.
Sedangkan dua pelukis India, yakni Ritu Tripani dan Kangkan Das dengan sangat piawai menampilkan lukisan lanskap impresionistik yang karakteristik. Taburan serbuk garam pada sapuan cat air yang masih basah menghasilkan barik yang menarik. Demikian pula teknik itu dimanfaatkan dengan baik berpadu dengan efek percikan oleh Anwesha Biswas asal Kuwait dalam lukisan berjudul “Son of Soil” 2021. “Bentuk pada lukisan itu menggambarkan obyek mirip karapan sapi, subyek-subyeknya bermandi lumpur dan tampil lebih ekspresif,” imbuh Aryo.
Sementara lukisan “Landscape” 2020 karya Athurain Soe asal Myanmar bahkan menghadirkan bentuk abstraksi terhadap obyeknya dengan goresan ekspresif lebih liar penuh tenaga. Demikian pula pada “Nature” 2021 karya Uttam Kumar Karmaker yang berasal dari Inggris menampilkan abstraksi terhadap obyek yang dilukisnya melalui warna dan torehan garis-garis spontan serta bercak-bercak berbarik.
Justin Wong asal Malaysia dengan karyanya “The Boatman’Song” 2021 dan Achilles Uhky Estremos asal Singapura dengan karyanya “Transparency” 2021 keduanya melukis dalam corak kubistis menggunakan faset-faset bidang warna melalui teknik wet on dry.
Muatan gagasan yang lebih menukik dari lukis cat air sebaiknya kita tunggu. Setelah segi teknis-estetis dikuasai dengan baik. Masih banyak karya-karya lukis cat air dalam Siapfest 2021 ini yang menarik untuk diapresiasi. “Mari kita apresiasi dan kembangkan seni lukis cat air di tanah air.Bravo Jurusan Seni Rupa FBS Unnes yang telah berhasil menggelar SIAP FEST 2021,” pungkas Aryo Sunaryo. (Christian Saputro)




