Sumaterapost.co.Banten – Warga Banten yang tergabung dalam wadah Gerakan Forum Rakyat Banten Tegakkan Konstitusi dan Demokrasi (FRBTKD) menggelar unjuk rasa di Jakarta,Senin, (20/4/2023)
FRBTKD merupakan wadah LSM/Ormas Banten, diantaranya, ABM, SOLMET, OMBAK, BAROMETER, GERAM, CAKRA BUANA, dan PPBN menggelar aksi menyikapi pengangkatan Al Muktabar sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Banten dituding melanggar aturan dan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Komstitusi Nomot 15/PUU-XX/2002.
Menurut para Demonstran, berdasarkan landasan – landasan hukum, bahwa Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, dianggap sudah bukan Pj Gubernur Banten lagi.
Dalam tuntutan demonstran, yang disampaikan oleh Koordinator Lapangan Aksi, Jarkasih, menegaskan serta meminta kepada Presiden RI dan Kementrian Dalam Negeri RI, untuk :
(1)Mengevaluasi Pj Gubernur Banten Al Muktabar yang telah melantik Tranggono sebagai Pj Sekda Banten. Karena pelantikan Tranggono sebagai Pj Sekda Banten diduga dilakukan dengan cara melawan hukum yaitu melanggar Pasal 17 Ayat(2) Undang-undang RI No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan jo Perpres No. 3 Tahun 2018 Tentang Penjabat Sekda jo Permendagri No. 91 Tahun 2019 Tentang Penunjukan Penjabat Sekda.
Yang Ke dua Meminta mencopot Al Muktabar dari jabatannya sebagai Pj Gubernur Banten. karena dengan diserahkannya Sekda Banten dari Al Muktabar kepada Tranggono selaku Pj Sekda Banten, maka secara otomatis jabatan Eselon 1 atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPT Madya) nya sudah tidak dijabat lagi oleh Al Muktabar. Hal ini mengingat berdasarkan pasal 201 ayat-(10) Undang-undang No. 10 Tahun 2016 yaitu Pj Gubernur harus berasal dari Jabatan Eselon 1. Dengan demikian Al Muktabar sudah tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan sebagai Pj Gubernur sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang tersebut, dan harus segera di copot dari Jabatan Pj Gubernur Banten.
Mereka para demonstran meminta kepada Presiden RI dan Kemendagri mengevaluasi Pj Gubernur Banten yang telah melantik Tranggono sebagai Pj Sekda Banten yang diduga dilakukan dengan cara melawan hukum, yaitu pasal 17 ayat (2) UU RI No.30 tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintah jo Perpres No.3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekda, jo Permendagri No.91 tahun 2019 tentang Penunjukan Penjabat Sekda.
Tekanan dan reaksi publik terus bermunculan di Banten melalui unjuk rasa. Lembaga Swadaya Masyarakat Garda Rakyat Untuk Kesejahteraan dan Kemakmuran (LSM–GPRUKK), pada hari Selasa, tanggal 21 Juni 2022 secara resmi menyampaikan gugatan PJ Gubernur Banten ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, terkait pengangkatan penjabat Sekretaris Daerah Banten.
Pengangkatan Pj.Sekda terus bergulir. DPC PERMAHI Banten secara resmi melakukan langkah hukum gugatan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang dalam merespon Keputusan Presiden tentang Pengangkatan penjabat Gubernur, Ketua DPC PERMAHI Banten Rizki Aulia Rohman, S.H. bersama kuasa hukum Raden Elang Yayan Mulyana, S.H., dalam gugatannya yang telah teregistrasi di PTUN Serang dengan nomor perkara 42/G/2022/PTUN.SRG , dilakukan guna menindaklanjuti upaya administrasi keberatan perihal pengangkatan penjabat Gubernur Banten Al Muktabar melalui keputusan Presiden. Menurut penjelasan penggugat, “Alasan dan dasar gugatan perihal penjabat Gubernur Banten, karena telah merugikan hak demokrasi masyarakat Banten. Karena dalam melakukan pengangkatan penjabat gubernur harus memuat aturan pelaksana terkait mekanisme pemilihan yang terbuka, transparan dan akuntabel sehingga tidak menggeser prinsip demokrasi,”
Dalam UUD 1945 pasal 18 disebutkan Gubernur dipilih secara demokratis, dipertegas dengan pasal 22e pemilihan secara langsung oleh rakyat, khususnya rakyat Banten, sehingga perlu aturan jelas mengenai pengisian kekosongan jabatan gubernur lewat penunjukan penjabat gubernur tanpa melanggar peraturan perundang-undangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik, serta tidak merugikan masyarakat Banten apabila dipilih kepala daerah tanpa melalui mekanisme pemilihan langsung. Kuasa Hukum, Raden Elang Yayan Mulyana,S.H., menambahkan, Keputusan Presiden Republik Indonesia perihal pemberhentian dan pengangkatan penjabat gubernur perlu peraturan pelaksana sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 15/PUU-XX/2022. Menurutnya, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016. (andoyo)




