BANDAR LAMPUNG – Warga Kelurahan Gotong Royong – Kecamatan Tanjung Karang Pusat kecewa bercampur marah, pasalnya hampir sebahagian anak mereka yang ingin menimba ilmu di sekolah yang terletak di tengah kampung mereka yakni SMA N 2 Bandar Lampung tidak dapat menerima lewat jalur Domisili.
Hal tersebut diungkapkan salah satu Tokoh Masyarakat Gotong Royong Drs. Azwar Yacub. Dia menilai sistem yang diterapkan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dan Pihak SMA N 2 Bandar Lampung diskriminatif dan tidak menghargai keberadaan warga masyarakat Gotong Royong.
“Coba bayangkan, sejak lahir hingga sekarang rumah saya berada disamping SMA N 2. Belum lagi warga lainnya. Mereka ikut berpartisipasi menjaga keamanan, kelancaran lalu lintas, menertibkan kendaraan yang melaju kencang hingga mengamankan SMA N 2 Bandar Lampung. Namun, mereka kecewa termasuk saya pribadi karena anak laki-laki sulung saya tidak diterima di SMA N 2 lewat jalur Domisili,” kata politisi senior Partai Golkar ini.
Begitu pula dengan Ketua RT Gotong Royong Usman dan Sani.
Mereka menyesalkan alasan yang tidak relevan dari pihak SMA N 2 Bandar Lampung serta alasan yang dilontarkan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
“Sebaiknya utamakan warga sekitar Gotong Royong dong. Jangan berargumen dengan Juknis dan alasan lain. Berpuluh-puluh tahun kami tinggal berdampingan dengan SMA N 2, tapi anak dan keluarga kami ditolak masuk sekolah lewat jalur Domisili,” ujarnya.
Mereka menghimbau agar ada kebijakan dari pihak sekolah dalam penambahan kuota murid baru.
Sementara itu Kadis Pendidikan Provinsi Lampung Thomas Americo saat dikonfirmasi mengatakan bahwa dalam SPMB tahun 2025 ini ada aturan baru.
“Berdasarkan aturan baru memang harus masuk zonasi sesuai domisili. Tapi setelah masuk yang dinilai adalah nilai akademiknya,” kata Thomas Americo.(sony)