Semarang, 14 November 2025 — Suasana Kota Lama Semarang pada Jumat malam berubah menjadi panggung budaya yang memikat, saat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang berkolaborasi dengan kelompok seni legendaris Ngesti Pandowo menggelar pertunjukan Wayang On The Street dengan lakon bertajuk “Sang Pämomong”.
Bertempat di Open Theatre Oudetrap, kawasan heritage Kota Lama, pertunjukan ini menjadi sorotan publik dengan menghadirkan perpaduan apik antara seni tradisi wayang orang dan sentuhan teater kontemporer. Disutradarai oleh Budi Lee, dikoreografikan oleh Paminto Krisna, dan diiringi musik dari Githung Swara, lakon ini menjadi bukti bahwa seni klasik mampu menembus batas zaman dan ruang.
“Sang Pämomong” mengangkat tokoh Semar, sang punakawan abadi yang dikenal sebagai penjaga keseimbangan jagad dan pamomong para satria. Dalam lakon ini, Semar digambarkan turun langsung menghadapi para bangsawan yang tersesat dalam ambisi dan kekuasaan. Cerita berkembang dengan latar krisis di dua kerajaan, Poncowati dan Swarga Pangrantunan, yang dilanda pagebluk dan bencana alam.
Dengan narasi yang menyentuh dan visual panggung yang kuat, pagelaran ini tidak hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga menyampaikan kritik sosial dan spiritualitas dalam balutan estetika Jawa. Semar, dengan kebijaksanaannya, hadir sebagai simbol suara rakyat dan penjaga nilai luhur yang menuntun kembali ke jalan welas asih dan kesederhanaan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang melalui Kabid Kebudayaan Disbudpar Saroso, S.Sn, mengatakan,
Wayang On The Street menjadi ruang temu antara seni, sejarah, dan publik urban. Tak hanya menjadi bagian dari pelestarian budaya, acara ini juga memperkuat daya tarik wisata malam Kota Lama Semarang. “Dengan konsep terbuka dan gratis untuk umum, pertunjukan ini berhasil menarik perhatian warga lokal, wisatawan, hingga pegiat seni dari berbagai kota,” ujar Saroso.
Kegiatan ini, lanjutnya, merupakan bagian dari agenda promosi seni dan pariwisata Kota Semarang yang terus mendorong kolaborasi lintas sektor demi menghidupkan kembali ruang-ruang publik sebagai arena ekspresi budaya.
“Pagelaran ini bukan hanya pertunjukan, tetapi peristiwa budaya yang merangkul masa lalu dan masa kini dalam satu tarikan nafas seni,” tandasnya.
Dan di tengah gemerlap Kota Lama, Semar kembali berbicara—dengan tutur halus yang menggugah nurani. (Christian Saputro)


