Sumaterapost.co | Tanggamus – Dugaan ketidak Transparanan dan dugaan salah pengunaan Dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDES ) sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) di pekon Way Kerap, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus menuai polemik berkepanjangan dari salah satu pengurus BUMDES tersebut.
Bagaimana tidak, hal itu diungkap oleh Bendahara BUMDES pekon Way Kerap saat pencairan dana BUMDES yang tidak melibatkan tanda tangan bendahara. Selain itu, dana BUMDES yang dipakai oleh Kepala pekon Way Kerap sebesar Rp.10.000.000,- dan yang kedua Rp.8.000.000,- jadi total Rp. 18 juta tidak jelas, sedangkan penggunaan Dana desa dapat dimanfaatkan untuk mendirikan badan usaha milik desa guna mendorong perekonomian masyarakat desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Pengelolaan BUMDes harus transparan, agar tidak menyimpang dari Undang-Undang Desa yang diperjelas melalui Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 menyebutkan, salah satu prioritas pemanfaatan dana desa adalah pendirian dan pengembangan BUMDes.
Suami Bendahara Bumdes Pekon Way Kerap mendampingi sang istri mengatakan persoalan tentang BUMDes,
“Pada saat keluar atau pencairannya dana BUMDES tersebut tahun ini, istri saya kebetulan siangnya ada kegiatan di Posyandu, diajak oleh ketuanya BUMDES. Istri saya mengikuti, kemudian begitu dijalan dia (ketua BUMDES) balik lagi karena belum bisa cair, tetapi pas di malam harinya dana tersebut dicairkan. Bendahara tidak di ajak lagi, padahal istri saya selaku Bendahara BUMDes. Satu Minggu kemudian saya datangi lurah (kepala Pekon Way Kerap) untuk mempertanyakan kebenaran pencairan dana BUMdes di Pekon Way Kerap. Saya katakan kepada kepala Pekon, tanpa bendahara, dana itu tidak bisa dicairkan. Akan tetapi kepala Pekon mengatakan kalau penanggung jawabnya ketua istri saya, padahal dia tidak tahu apa-apa. Yasudah saya jawab, yang penting kalau ada apa-apa jangan sampai libatkan istri saya,”ujarnya, Minggu, (23/10).
Sementara itu, Sisri Veronita, selaku Bendahara membenarkan apa yang disampaikan sang suami.
“Ya benar, saya tidak pernah menandatangani pencairan dana BUMDES tersebut, dan kalau terbukti ada tanda tangan saya, maka saya akan melaporkan ke pihak aparat penegak hukum. Karena saya merasa dirugikan, saya takut kalau dikemudian hari ada masalah di BUMDES, melibatkan saya dan saya tidak pernah melakukan tanda tangan dan saya tidak tahu menahu soal penggunaan dana BUMDES itu. Jangankan Bendahara, semua anggotapun tidak dilibatkan. Mestinya kalau dana sudah cair harusnya di kumpulkan dengan anggotanya di musyawarahkan penggunaannya untuk apa kan begitu sih,”jelas bendahara.
Ketika dikonfirmasi pernah mengundurkan diri dari kepengurusan BUMDES, dia menegaskan belum pernah mengatakan pengunduran diri, baik ke Balai Pekon untuk meminta surat pengunduran diripun belum pernah.
“Berbicara juga saya belum, mereka juga tidak pernah berkoordinasi dengan saya,”ujarnya.
Disisi lain, ketua BUMDES Pekon Way Kerap, Soipi Bajuri, ketika dikonfirmasi melalui via WhatsApp menjelaskan,
“Kenapa anda begitu detil ingin tau dana BUMDes, kaka sis sendiri yang ngomong sama saya, dia lebih mentingin kader, dan satu hal dana BUMDes, saya laporkan tanggung jawabnya nanti dengan kepala Pekon sebagai penasehat dan pengawas. Seharusnya kalau mau cari kesalahan dana BUMDes, tunggu setelah laporan pertanggung jawaban dana bundes, setelah semester pertama. Bukan mencari kesalahan kerena ketidaksukaan dan dendam semata,”ujar Soipi.
“Bukannya tidak melibatkan bendahara, masalahnya dia ingin mengundurkan diri, karena perempuannya cuma dia sendiri. Lalu dia minta suaminya yang menggantikan, sedangkan bang Mat bukan anggota, disini saya masih cari selah supaya bang Mat Nuri bisa masuk jadi anggota dan jadi bendahara, mudah-mudahan bisa diterima oleh anggota yang lain. Setelah panen, dimana masyarakat yang meminjam dana BUMDes melakukan ansuran pertama, disitu ada laporan pertanggung jawaban,”pungkasnya.




