Semarang — Dalam rangka memperingati 80 tahun Pertempuran Lima Hari di Semarang, pameran bertajuk “Ketika Api Menyala di Semarang” resmi dibuka pada Kamis (9/10/2025) oleh Michael, anggota DPRD Kota Semarang dari Komisi D. Pameran ini akan berlangsung hingga 17 Oktober 2025 dan menampilkan arsip-arsip langka yang merekam peristiwa bersejarah pada Oktober 1945.
Pameran yang digagas oleh Rumah PoHan ini dikuratori oleh Kesit Widjanarko dan Mozes Christian Budiono. Keduanya menegaskan bahwa Pertempuran Lima Hari di Semarang bukan sekadar catatan sejarah lokal, melainkan bagian penting dari sejarah besar revolusi kemerdekaan Indonesia. “Pertempuran ini adalah bentrokan akbar pertama antara rakyat dan tentara Republik melawan kekuatan militer asing. Di sini, rakyat dan tentara berdiri sejajar, membawa senjata dan harapan yang sama,” ujar Mozes.
Pameran ini tak hanya berfungsi sebagai ruang arsip, tetapi juga ruang perjumpaan lintas disiplin. Kurator menghadirkan kolaborasi antara akademisi, komunitas sejarah, jurnalis, serta seniman untuk memperkaya interpretasi peristiwa tersebut. Koleksi utama berupa lembaran surat kabar tahun 1945 yang memberitakan langsung jalannya pertempuran menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung dan peneliti.
Ketua Pelaksana pameran, Yvonne Sibuea, menjelaskan bahwa kegiatan ini juga merupakan bentuk apresiasi masyarakat sipil terhadap sejarah kota. “Kami ingin menghadirkan kisah yang belum banyak diangkat, termasuk arsip tentang tokoh-tokoh lokal seperti pendiri Toko Buku Merbabu yang ikut menyelamatkan dokumen perjuangan,” katanya.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Arsip Kota Semarang FX Bambang Suranggono, yang hadir mewakili Wali Kota, menyampaikan bahwa pameran ini menjadi ajang penting untuk membangkitkan kesadaran sejarah masyarakat, khususnya generasi muda. “Arsip bukan sekadar benda mati, tetapi sumber pengetahuan yang hidup. Pameran ini mengingatkan kita bahwa sejarah adalah fondasi masa depan,” ujarnya.
Ketua Program Studi Sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dr. Mukhamad Shokeh, menambahkan bahwa pameran ini bisa menjadi ruang komunikasi lintas generasi. “Peristiwa sejarah yang sama bisa dimaknai berbeda oleh tiap generasi. Yang terpenting, bagaimana kita menjaga agar sejarah tetap berpijak pada fakta dan terus relevan dengan konteks masa kini,” jelasnya.
Michael, yang mewakili DPRD Kota Semarang, berharap kegiatan ini dapat memberikan edukasi sejarah bagi masyarakat luas. “Generasi muda perlu mengingat bahwa kemerdekaan ini lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Semangat itu harus terus dirawat,” ujarnya saat membuka pameran secara resmi.
Selain menampilkan arsip dan dokumen sejarah, pameran “Ketika Api Menyala di Semarang” juga diisi dengan pemutaran film dokumenter, lokakarya sejarah, pertunjukan musik, serta diskusi publik. Seluruh rangkaian kegiatan didukung oleh komunitas sejarah, lembaga pendidikan, dan para pegiat budaya di Kota Semarang.
Dengan semangat kolaboratif dan reflektif, pameran ini diharapkan menjadi pengingat bahwa sejarah bukan sekadar masa lalu, tetapi nyala api yang menuntun arah bangsa di masa depan. (Christian Saputro)




