“Rokok Ancaman Nyata di Tengah Peringatan Hari Anak”

JPNN.com

Oleh: Ismen Mukhtar, SKM., M.Epid.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Lampung.

Hari anak nasional diperingati setiap tahun pada tanggal 23 Juli. Tema yang diusung pemerintah dalam peringatan tahun ini adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.

Indonesia maju adalah bicara tentang masa depan, dan itu diletakkan di pundak anak. Namun dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” kita memahami bahwa tugas orang tua saat inilah untuk menentukan Indonesia maju dengan menyiapkan anak sebagai generasi masa depan.

Menyiapkan generasi adalah tugas mulia. Tugas   negarawan. Mengutip Jhon Calvin Thomas, seorang kolumnis  Amerika mengatakan, “Seorang negarawan memikirkan generasi yang akan datang. Seorang politisi memikirkan pemilu berikutnya”. Semoga para politisi Indonesia yang memimpin saat ini adalah juga negarawan.

Beberapa tantangan dalam menyiapkan anak sebagai generasi depan pada saat pandemi ini, selain masalah kekerasan terhadap anak yang masih saja banyak terjadi juga antara lain pemenuhan hak anak untuk tetap mendapat pendidikan yang berkualitas, kesempatan bermain dan pengasuhan untuk membentuk karakter yang baik serta hak kesehatan termasuk tumbuh kembang anak. Hak kesehatan yang dimaksud mencakup juga untuk terhindar atau terlindung dari faktor risiko penyakit. Asap rokok adalah salah satunya. Asap rokok jelas berbahaya.

Hak kesehatan di era pandemi saat ini tentu bukan saja sekedar terlindung dari penyakit COVID-19, namun lebih jauh adalah menyiapkan generasi masa depan yang sehat. Karena itu selain menyiapkan vaksin untuk terlindung dari COVID-19 juga sangat penting melindungi masa depan mereka dari berbagai penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi seperti tetanus, campak, rubella, polio, difteri, pertusis, hepatitis dan lain-lain yang selama ini cukup terkendali di populasi dengan cakupan imunisasi yang tinggi. Selama ini posyandu adalah ujung tombak yang penting dalam pelayanan imunisasi dasar, termasuk dalam  mengedukasi, memantau, mendeteksi serta mencegah berbagai risiko masalah kesehatan anak. Di era pandemi ini dengan tetap menghindari risiko COVID-19, cakupan imunisasi dasar mestinya harus terus menjadi prioritas karena menyangkut generasi masa depan yang berarti adalah masa depan bangsa.

Di era pandemi yang sudah berlangsung lebih dari setahun ini dan kemungkinan akan berlangsung lebih lama lagi karena belum ada tanda-tanda akan segera berakhir, tantangan dalam menyiapkan anak sebagai generasi masa depan yang diharapkan mewujudkan cita-cita Indonesia maju menjadi hal yang serius untuk diantisipasi.

Ancaman lain bagi masa depan anak yang sudah lama ada, yang selama ini kita abaikan, tanpa perhatian yang serius adalah ancaman dari industri rokok. Rokok dengan iklannya yang begitu massif dan terus menerus tanpa banyak yang menyadari sebetulnya menargetkan anak sebagai perokok. Mereka ditarget sebagai perokok pengganti. Generasi perokok yang lebih tua secara alamiah akan berhenti, habis. Mereka akan berhenti baik karena sakit, meninggal atau sebagian kecil berhenti karena sadar akan bahaya rokok. Data Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018 menunjukkan angka perokok di kalangan anak usia 10-18 tahun naik dari tahun 2013 yang sebesar 7,2% menjadi 9,1%. Ini berarti dengan penduduk usia 10-18 tahun yang saat ini hampir mencapai 50 juta jiwa ada sekitar 4 juta lebih perokok usia anak. Seharusnya tidak boleh ada anak yang menjadi perokok. Paparan rokok terhadap anak sehingga menjadi perokok juga berasal dari orang tua, terutama orang tua laki-laki.  Data riskesdas menunjukkan bahwa 69-70% atau dua diantara tiga laki-laki adalah perokok. Kondisi ini menyebabkan anak dari kecil terus menerus terpapar nikotin.

Nikotin yang terkandung dalam tembakau adalah zat adiktif, zat yang menimbulkan kecanduan, sama dengan alkohol. Selama ini kita cenderung membuat program yang dibiayai negara untuk menghimbau orang yang sudah kecanduan untuk berhenti merokok, sementara industri rokok dengan leluasa dibiarkan membentuk pecandu baru dikalangan anak dan remaja dengan iklan-iklannya. Sungguh aneh rasanya produk yang berbahaya bagi konsumennya ini diiklankan. Kerugian yang ditimbulkan bukan saja masalah kesehatan, tetapi juga secara ekonomi. Rata-rata pengeluaran seorang pecandu rokok setiap hari bisa setara dengan satu kilogram telor. Ini menjadi ancaman bagi keluarga miskin dalam pemenuhan gizi anak. Rokok juga ancaman bagi keberlangsungan pendidikan anak. Pengeluaran belanja rokok selama satu tahun bisa setara dengan uang kuliah anak. Ancaman bagi kesehatan dan pendidikan berarti ancaman bagi Indonesia maju. Dengan tema hari anak nasional tahun ini “Anak terlindungi, Indonesia maju” harusnya ancaman rokok terhadap masa depan anak perlu menjadi perhatian yang serius dari pemerintah. Bentuk keseriusan yang diharapkan adalah agar pemerintah menerbitkan aturan atau merivisi aturan yang ada (PP 109/2012) untuk melarang total iklan rokok. Jika tidak tentu menjadi pertanyaan tentang keseriusan kita menyiapkan generasi depan bangsa. Semoga moment peringatan hari anak nasional tahun ini tidak lewat begitu saja sebagai moment seremonial belaka untuk kita peringati kembali pada 23 Juli tahun depan.