
Oleh : Christian Heru Cahyo Saputro *)
Suasana Tan Artspace, di kawasan Papandayan, Semarang, Minggu 12 September 2021 sore agak beda. Tan Artspace salah satu ruang publik seni yang paling giat menaja pameran senirupa di Kota Semarang biasanya didominasi manusia dewasa baik perupa yang menaja lukisannya maupun apresiasian penikmat karya.
Tapi sore itu, atmosfer Tan Artsapce menjadi panggung anak-anak, suasana ceria penuh celoteh dan riuh baik panggung maupun ruang pameran “dikuasai” anak-anak. Para orang tua cukup jadi penonton dan jadi tim “hore” saja. Di ruang pamer puluhan karya lukis anak-anak terpajang. Di atas panggung anak-anak bergantian bereskpresi mengumbar talenta bermusik dan olah vokalnya. Menggemaskan!. Sementara orang tua menyaksikan anak-anaknya bergiat sambil bergosip tentang talenta anak-anaknya. Ada apa?

Sore itu, memang ada helat pembukaan pameran lukisan yang diinisiasi Semarang Sketchwalk (SSW). Pameran yang bertajuk “Hari Anak Nasional” ini berlangsung dari 12 -17 September 2021 diikuti pelukis anak-anak dari Kota Semarang, Salatiga , Yogyakarta, dan Bandung.
Ruang Kreativitas Anak
Ketua Semarang Sketchwalk Ratna Sawitri mengatakan, pameran “Hari Anak Nasional” yang didedikasinya untuk anak-anak dalam memarakkan memperingati hari anak seharusnya dilaksanakan bulan Juli 2021 lalu. “Tetapi karena suasana pandemi Covid -19 dan penerapan PPKM jadi baru dihelat sekarang. Tujuan lainnya, SSW memberi ruang untuk anak-anak untuk unjuk kreativitas dan unjuk karya dari talenta melukisnya,” terang Ratna.
Sementara itu, Krisna Wariyan , panitia penyelenggara dari SSW, memaparkan, Pameran “Hari Anak Nasional” ini diikuti 16 pelukis anak dari usi 5 tahun – 13 tahun dengan 24 karya yang terpajang beragam gaya dan media. Adapun 16 peserta yang mengikuti pameran yang bakal berlangsung hingga 17 September 2021, selengkapnya adalah; Anastasia Nicole Suryadi dengan karyanya “Antartika’ (Pastel pada kertas 42 x 30 cm) Angel Flowerensia Kurnia Putri karya “Anime” (Acrylic pada kanvas, 30 x 40 cm) Ahza Danish (Nino) karya “ Ice Cream Man (Crayon pada kanvas 20 x 30 cm), Ammar karyanya Lawang Sewu dan Sore Hari (Cat air & tinta pada kertas 21 x 30 cm), Ayuk karyanya Gunung ( cat air , spidol pada kertas 42 x 30 cm), Caliista Aditia karyanya Love Till Death dan Oh OK ( Akrilik pada kanvas 40 x 30 cm), Chiquita Aditia karyanya Life & Death dan Element ( Akrilik pada kanvas 40 x 30 cm), Delona Callista Wibowo karyanya Space dan Blue Bunny (Cat air pada kertas 42 x 30 cm), Ibrahim Utkars Ihdina (Baim) karyanya Jam Papa (Pastel pada kertas 42 x 30 cm) , Jasmine Violody Auzora karyanya Flower Strawberry (bolpoint pada kertas 40 x 30 cm), Jenar Ayu Qiranee karyanya Familia ( Tinta & cat air pada kanvas 30 x 42 cm), Jenthara Abimanyu karyanya Mr. Bean (Pensil warna pada kertas 21 x 30 cm), Jerome Wastu Deniko karyanya Dino Series ( 3 karya) (Cat air pada kertas 27 x 19 cm , Keila Giovanna Wibowo karyanya Ke Kota Lama dan Burung ( Cat air pada kertas 42 x 30 cm), Mentari Putri Dwisavitri karyanya Semangat di Masa Pandemi dan Cityscape (Cat air pada kertas 40 x 30 cm) dan Najwa Azalea Nursyafira karyanya Genshin Impact Castle dan The Journey (Cat air pada kertas 41 x 31 cm).
Ada bunyi ujaran “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, rerata anak-anak yang pameran kali ini orang tuanya perupa atau lingkungannya yang memang tak jauh dari dunia lukis. Tak jadi persoalan, emang lingkungan tak disadari jadi daya dorong untuk pengembangan talenta. Toh, pada akhirnya seleksi alam yang akan mengokohkan pilihan dan eksistensinya, ke depan mau jadi apa.
Perupa Harry Suryo, jadi salah satu pengamat yang sangat antusias. Perupa yang menggeluti dunia sketsa dan lukisan cat air ini mengatkan, karya-karya yang tampil beragam termasuk juga medianya.”Ternyata imaji dan ekpresi anak-anak di luar ekspektasi. Ada yang karyanya kalau dijajarkan dengan pelukis ternama beda tipis,” ujar Harry.
Pesketsa “teropong” ini menambahkan yang menggembirakan ada peserta termuda yang baru berusia 5 tahun. “Karya Ibrahim Utkars Ihdina (Baim) yang bertajuk: “ Jam Papa” imajinya lumayan “ liar” dan ekspresif untuk ukuran anak seumur itu, ” ujar Harry.
Perupa Dony Hendro Wibowo yang juga owner dari Tan Artspace mengatakan, pameran ini paling tidak bisa mempunyai kontribusi yang positif untuk membangun iklim dunia senirupa di Kota Semarang. “Dari pameran ini diharapkan paling tidak ke depan akan hadir penikmat karya yang apresiasif. Kalau persoalan jadi pelukis atau tidak itu persoalan pilihan,” imbuh Dony yang kedua anaknya Delona Callista Wibowo dan Keila Giovanna Wibowo juga ikut nimbrung dalam pameran ini.
Dunia kesenian (senirupa–pen) memang bukan melulu dunianya orang dewasa, anak-anak pun boleh ambil bagian untuk berekspresi. Jadi pelakunya boleh siapa saja seniman, pelajar, mahasiswa,ibu rumah tangga, anak-anak, dan yang lainnya.
Narasi art’s p’our art’s hanya hadir dalam bingkai eklusifitas fine art. Jadi seni tak hanya selalu untuk seni. Tetapi kini seni dalam masyarakat bisa difungsikan untuk berbagai matra. Seni bisa dijadikan hiburan, katarsis, pembelajaran, dan juga —penyadaran—sebuah upaya memanusiakan manusia—menjadikan manusia yang sadar akan fitrahnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Sebuah peristiwa kesenian bisa juga dimaknai sebagai investasi berupa proses pembelajaran dan pengayaan kultural yang berpotensi untuk menyebarkan –aesthetic literacy penyebaran estetika. Yang pada gilirannya akan membuat hidup lebih bermakna. Membuat hidup lebih hidup.
Sebuah peristiwa kesenian baru saja diukir oleh anak-anak dalam bingkai “Pameran Hari Anak Nasional” yang ditaja Semarang Sketchwalk. What Next? Teruslah melukis dan bernyanyi anak-anakku. Jangan sampai dunia kanak-kanakmu yang indah penuh warna “dirampas” gadget dan membuatmu kehilangan “rasa” dan kemanusian.
”Pantei rei, semua dalam keadaan bergerak-mengalir,” begitulah ungkapan filsuf Herakleitos yang bisa kita pinjam untuk melukiskan peristiwa ini. Sebuah peristiwa “penyadaran” sedang berlangsung di tengah gegap gempita yang menggesa kehidupan. Paling tidak peristiwa ini bisa menjadi oase dan katarsis setelah hampir dua tahunan kita dijedor oleh teror pandemi Covid -19 yang mencekam dan melelahkan.
*) penonton pameran yang suka motret dan berkisah, tinggal di Banyumanik, Semarang.